TIM RESERSE Mobile (Resmob) Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan berhasil membongkar praktik aborsi ilegal di Makassar dengan menangkap empat orang pelaku, salah satunya berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN). Kasus ini menguak jaringan yang telah beroperasi sejak 2015 dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pasangan yang menggugurkan kandungan di luar nikah.
Keempat terduga pelaku yang diamankan yakni SH (44), seorang ASN yang bekerja di salah satu Puskesmas di Makassar; ZR, seorang pengawas bangunan; RC, yang tidak memiliki pekerjaan tetap; dan FK, seorang mahasiswi dari salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar. FK juga diketahui sebagai perempuan yang melakukan aborsi dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"SH diketahui menjalankan praktik aborsi ilegal dengan mendatangi pasien secara langsung, bahkan di hotel. Dari hasil interogasi, ia mendapatkan bayaran Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta untuk setiap tindakan," ujar Kanit Resmob Polda Sulawesi Selatan Kompol Benny Pornika dalam konferensi pers, Senin, 26 Mei 2025 dilansir dari Antaranews.
Penggerebekan dilakukan di salah satu hotel di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar. Dari sana, polisi mengamankan SH beserta barang bukti berupa tujuh ponsel, dua alat tes kehamilan, tiga jenis obat penggugur kandungan, serta pakaian dan perlengkapan lain yang digunakan dalam praktik tersebut.
Dari keterangan RC, ia menjadi penghubung yang mempertemukan SH dengan ZR dan FK untuk melakukan aborsi di hotel Jalan Letjen Hertasning pada 20 Mei 2025. Setelah proses aborsi, ZR yang merupakan pacar FK menguburkan janin hasil aborsi di belakang rumahnya di Jalan Talamate II.
Praktik aborsi ilegal ini, menurut keterangan SH, sudah dijalankan sejak 2015 dan mayoritas pasiennya adalah perempuan muda yang hamil di luar nikah. Tindakan dilakukan tanpa prosedur medis resmi dan hanya menggunakan obat-obatan tertentu.
Aborsi dalam Hukum Indonesia
Dalam sistem hukum Indonesia, aborsi pada dasarnya dilarang, kecuali dilakukan dalam kondisi khusus yang telah diatur secara ketat dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Aborsi hanya diperbolehkan jika:
- Dilakukan oleh tenaga medis berkompeten,
- Dilaksanakan di fasilitas layanan kesehatan resmi,
- Atas persetujuan perempuan dan (jika memungkinkan) suaminya,
- Atau dalam kasus perkosaan atau kondisi medis membahayakan ibu dan/atau janin.
Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Praktik Aborsi Ilegal
Bagi pihak yang melakukan aborsi secara ilegal, termasuk pelaku seperti SH, sanksi hukum yang mengintai cukup berat. Pasal 464 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2023 menyebutkan bahwa:
- Melakukan aborsi dengan persetujuan perempuan → pidana penjara maksimal 5 tahun.
- Tanpa persetujuan perempuan → maksimal 12 tahun.
Jika menyebabkan kematian, pidana dapat ditingkatkan menjadi:
- 8 tahun (dengan persetujuan),
- 15 tahun (tanpa persetujuan).
Bagi tenaga medis seperti SH, hukuman bisa lebih berat. Pasal 428 UU No. 17 Tahun 2023 menetapkan tambahan 1/3 hukuman bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam praktik aborsi ilegal. Selain pidana penjara, sanksi lain yang mungkin dijatuhkan adalah pencabutan hak praktik medis serta larangan menduduki jabatan publik.
Pasangan yang Terlibat Bisa Dijerat Hukum
ZR, yang menjadi pasangan FK dalam kasus ini, juga berpotensi dijerat hukum. Dalam KUHP, seseorang yang menyuruh, membantu, atau menganjurkan aborsi tetap dapat dihukum sebagai pelaku. Pasal 55-56 KUHP mengatur tentang penyertaan pidana bagi orang yang turut melakukan atau membantu tindak pidana. Jika terbukti memberikan ide, membiayai, atau turut serta mengatur praktik aborsi, maka dapat dikenai hukuman yang sama beratnya seperti pelaku utama.
Bahkan jika dilakukan atas permintaan perempuan sendiri, hukum tetap mengatur sanksi:
- Pasal 348 KUHP: aborsi dengan persetujuan tetap dipidana hingga 5 tahun 6 bulan.
- Jika menyebabkan kematian → hukuman bisa mencapai 7 tahun.
Pilihan Editor: KemenPPPA Soroti Regulasi yang Belum Jelas Soal Aborsi bagi Korban Pemerkosaan