Apa Itu Restorative Justice yang Diajukan Mahasiswa Trisakti

1 day ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Universitas Trisakti yang ditetapkan sebagai tersangka atas aksi demonstrasi peringatan 27 tahun Tragedi Trisakti di depan Balai Kota Jakarta berencana mengajukan keadilan restoratif (restorative justice). Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, tim kuasa hukum para mahasiswa Trisakti tersebut masih berkoordinasi dengan kepolisian untuk membahas penyelesaian kasus tersebut melalui mekanisme keadilan restoratif.

“Rencana pertemuan terdekatnya awal pekan depan,” kata Usman saat dihubungi Tempo, Jumat, 30 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi rencana tersebut, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Reonald Simanjuntak mengatakan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tersangka agar bisa mendapat keadilan restoratif. “Mereka harus menunjukkan penyesalan dan tidak mengulangi perbuatannya lagi,” ujar Reonald saat dihubungi Tempo, Jumat, 30 Mei 2025.

Reonald mengungkapkan para mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka harus menunjukkan itikad baik selama proses penyidikan. Namun, Reonald mengatakan penyidik berkomitmen untuk menuntaskan proses penyidikan terlebih dahulu.

Restorative justice merupakan konsep hukum progresif yang proses implementasinya diatur dalam Peraturan Kejaksaaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Tujuannya adalah menyelesaikan perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak terkait agar bersama-sama mencari penyelesaian yang adil. Fokus dari restorative justice adalah pemulihan keadaan semula bukan pembalasan terhadap pelaku.

Menurut Peraturan Kejaksaan, restorative justice merupakan penyelesaian perkara pidana yang dapat diwujudkan melalui proses dialog dan mediasi antara pelaku, korban, serta pihak terkait lainnya. Proses penyelesaian perkara menekankan pemulihan hubungan antara pihak yang terlibat. Proses hukum tersebut melibatkan tokoh masyarakat dalam menciptakan penyelesaian yang adil serta berkeadilan sosial.

Restorative justice berupaya memperbaiki kerugian yang diakibatkan dari tindak pidana serta meminta pelaku bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Restorative justice memberi ruang untuk korban agar dapat berpartisipasi aktif dan mendapatkan hak-haknya secara maksimal.

Restorative justice juga mengajak pihak yang terdampak langsung dari kejahatan untuk ikut langsung dalam proses peradilan sehingga korban diberdayakan untuk berpartisipasi lebih banyak dibandingkan sistem peradilan tradisional.

Setidaknya, terdapat empat perkara pidana yang dapat diajukan secara restorative justice, antara lain:

Tindak Pidana Ringan

Berdasarkan Panduan Penerapan Restorative Justice yang dikeluarkan Mahkamah Agung, pendekatan restorative justice pada tindak pidana ringan terbatas pada beberapa pasal, yakni Pasal 364, 373, 379, 407, dan 482 KUHP yang masing-masing menentukan hukuman penjara dan denda dengan ancaman tiga bulan penjara.

Perkara Anak

Berdasarkan Panduan Penerapan Restorative Justice yang dikeluarkan Mahkamah Agung, perkara yang melibatkan anak di bawah 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana diatur melalui ketentuan khusus. Pedoman tersebut mengatur perlakuan khusus terhadap anak yang menjadi korban, mengalami kekerasan fisik, mental, hingga kerugian ekonomi akibat tindak pidana.

Perkara Narkotika

Berdasarkan Panduan Penerapan Restorative Justice yang dikeluarkan Mahkamah Agung, pendekatan keadilan restorative justice dalam penanganan perkara narkotika hanya bisa diterapkan kepada pecandu. Dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan ketergantungan dengan penggunaan satu hari, penyelesaian menggunakan restorative justice dapat dilakukan saat pelaku tertangkap tangan oleh penyidik dari Polri dan BNN dengan barang bukti pemakaian narkotika.

Perempuan Berhadapan dengan Hukum

Perempuan yang terlibat permasalahan hukum memiliki perlakuan khusus, baik sebagai korban, sanksi, dan pihak pelaku yang terlibat dalam perkara. Selain diatur dalam perundang-undangan dalam negeri, jenis pidana tersebut juga diatur dalam Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Oyuk Ivani Siagian, Muhammad Syaifulloh dan Ananda Bintang Purwaramdhona berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Cara Polisi Mengungkap Kecelakaan Mahasiswa UGM Secara Ilmiah

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |