TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Wahid Institute Zannuba Ariffah Chafsoh mengapresiasi program pengiriman anak ke barak militer yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Yenny Wahid, begitu ia akrab disapa, menegaskan dukungannya tersebut perlu diikuti dengan catatan atau syarat.
Menurut Yenny, para siswa sebelum dikirim ke barak militer seharusnya mendapatkan asesmen psikologis. Dia menyatakan tak setuju program Dedi Mulyadi bila satu syarat tersebut tak terpenuhi. ”Ada tahapan awal dulu untuk agar dilakukan assessment terhadap kebutuhan si anak,” ujar Yenny saat dihubungi pada Rabu, 26 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asesmen atau pengolahan informasi sebagai evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui latar belakang perilaku seorang anak. “Anak ini kenapa mengekspresikan diri dengan cara yang tidak baik? Apakah dia gelisah? Apakah ada problem di rumah? Apakah dia punya kondisi tertentu?” ujar Yenny.
Yenny menuturkan, ada anak-anak yang neurodivergent atau memiliki cara kerja otak berbeda dibandingkan mereka yang dianggap standar atau tipikal. Anak-anak dengan kondisi tersebut, Yenny menjelaskan, banyak yang mengalami sulit berkonsentrasi maupun belajar, namun tak terdiagnosa neurodivergent.
Menurut dia, jika tidak ada intervensi dari awal terhadap si anak yang berakibat sulit berkonsetrasi maka oleh orang tuanya dan guru-guru akan dianggap bodoh, atau bahkan dianggap nakal. “Akhirnya mereka ikut-ikutan geng motor atau tawuran agar dianggap eksis atau keren,” ujar Yenny.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencanangkan Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa. Program ini bagian dari implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan diatur melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Di dalamnya, anak-anak dengan perilaku khusus seperti terlibat tawuran, merokok, balapan motor, dan perilaku tidak terpuji lainnya, dibina secara khusus melalui kerja sama antara pemda, TNI, dan Polri. Program ini pertama kali dimulai pada Kamis, 1 Mei 2025 lalu.
Yenny Wahid menegaskan, Gubernur Dedi Mulyadi perlu mengetahui akar permasalahan semua anak yang akan dikirim ke barak militer. Pemerintah Jawa Barat juga harus mencari tahu penyebab anak-anak bertindak nakal. “Harus dicari dulu akar penyebabnya. Baru kemudian boleh dikirim ke barak militer untuk belajar disiplin,” kata Putri mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.
Dia menilai program barak militer sebetulnya baik untuk mengajarkan disiplin dan struktur bagi anak. Terutama, anak-anak memang membutuhkan struktur yang jelas dalam kehidupan mereka. “Belajar disiplin, belajar tanggung jawab, belajar bangun pagi, kan, dengan begitu belajar lebih teratur dalam kehidupan,” kata dia.
Namun demikian, pendidikan kedisiplinan perlu dibarengi dengan pendekatan mental atau psikologis. Yenny khawatir pendidikan barak militer justru bakal menciptakan trauma lebih kepada para anak. “Ketika anak dikirim ke barak militer, otomatis dia merasa ada yang salah dengan dirinya. Ada label nakal di situ. Kadang dia enggak mengerti, ‘memang sebenarnya yang salah dengan diriku ini apa?’ Nah itu yang harus dikasih pengertian dulu,” tutur dia.
Kasus anak-anak yang dianggap bermasalah, menurut Yenny, tak bisa disamaratakan. Maka dari itu, ia melanjutkan, keputusan mengirim anak yang disebut nakal ke barak itu perlu didahului dengan asesmen kondisi mental anak.
Dalam kesempatan terpisah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah meminta Gubernur Dedi Mulyadi untuk menghentikan dan mengevaluasi program pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer. Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan desakan penghentian itu didasarkan pada hasil pengawasan KPAI. “Program itu sementara dihentikan sampai dilakukan evaluasi terutama yang berhubungan soal regulasi,” ucap Jasra di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin, 26 Mei 2025.
Menurut dia, surat edaran mengenai program itu berpotensi melanggar hak anak, terutama soal labelling dan diskriminasi. Jasra menyebut penyebutan “anak-anak nakal” tidak dikenal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Menanggapi hal itu Gubernur Dedi mengatakan bakal melanjutkan program pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer. "Terserah KPAI saja. Yang penting kalau saya, sih, karena saya sayang sama warga Jawa Barat," kata Dedi seusai mengisi kuliah umum tentang Nilai-nilai Budaya dan Tata Kelola Pemerintahan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, pada Selasa, 27 Mei 2025. Mantan Bupati Purwakarta ini menegaskan akan terus melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan warga Jawa Barat.
Pilihan Editor: