Benarkah Duduk Terlalu Lama Memicu Alzheimer?

1 day ago 21

TEMPO.CO, Jakarta - Alzheimer merupakan penyakit yang umumnya menyerang orang lanjut usia dengan ciri utama berupa penurunan kemampuan memori. Penderita Alzheimer sering mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari, seperti kehilangan arah, kesulitan menyelesaikan tugas sederhana, dan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.

Aktivitas fisik telah terbukti dapat meningkatkan daya ingat, membantu proses berpikir, serta mengurangi kecemasan dan depresi. Namun, dilansir dari Everyday Health, sebuah studi terbaru menunjukkan, bagi orang lanjut usia, olahraga secara rutin saja tidak cukup untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer, mereka juga perlu mengurangi waktu duduk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sering kali, orang berpikir jika mereka aktif secara fisik, maka sudah cukup,” kata Marissa Gogniat, penulis utama studi sekaligus asisten profesor neurologi di University of Pittsburgh.

Meskipun puluhan tahun penelitian telah menunjukkan manfaat kesehatan dari olahraga, dia mengatakan bahwa dampak dari duduk terlalu lama masih kurang dipahami, bahkan bagi mereka yang aktif bergerak.

“Meski para peserta dalam studi ini cukup aktif secara fisik, waktu mereka untuk duduk masih menjadi faktor risiko yang signifikan untuk Alzheimer,” ujar Gogniat.

Duduk Terlalu Lama Terbukti Memicu Penurunan Kognitif

Dalam sebuah penelitian, sekitar 400 orang berusia 50 tahun ke atas diminta mengenakan alat seperti jam tangan yang memonitor aktivitas fisik mereka selama 24 jam sehari selama 10 hari berturut-turut.

Sekitar 20 persen dari peserta sudah menunjukkan gejala gangguan kognitif ringan sejak awal, kondisi yang berpotensi berkembang menjadi demensia. Mereka yang mengalami penyakit berat seperti gagal jantung, demensia lanjutan, atau gangguan mental tidak termasuk dalam penelitian ini.

Menariknya, sebanyak 87 persen peserta memenuhi standar aktivitas fisik minimal dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yaitu 150 menit aktivitas intensitas sedang setiap minggu. Namun, hasil pengamatan selama 7 tahun menunjukkan fakta berbeda.

Peserta yang menghabiskan lebih banyak waktu duduk (tidak termasuk waktu tidur) cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif dan kerusakan otak, termasuk gangguan pada memori dan kecepatan pengolahan informasi. Hal ini terjadi tanpa memandang seberapa banyak mereka berolahraga.

Penurunan kognitif dan kerusakan saraf ini bahkan lebih berat pada peserta yang membawa gen risiko Alzheimer, APOE-e4. Menurut Gogniat, pemeriksaan darah rutin dapat mengidentifikasi keberadaan gen tersebut. Para peneliti menyimpulkan bahwa “perilaku menetap adalah faktor risiko independen untuk penyakit Alzheimer.” 

Berapa Lama Duduk Itu Terlalu Lama?

Namun para peneliti tidak menentukan secara pasti berapa lama waktu duduk yang dapat menyebabkan penurunan kognitif.

Asisten profesor di Case Western Reserve University School of Nursing di Cleveland, Carli Carnish, menyebut, secara umum, tidak ada angka pasti mengenai berapa lama waktu duduk yang terlalu banyak.

Namun semakin lama Anda duduk, otot Anda cenderung melemah, sehingga semakin sulit untuk tetap aktif, jelasnya. “Saya selalu bilang ke pasien saya, ‘Kalau tidak digerakkan, akan hilang,’” kata  Carnish. Ini bisa dengan cepat menjadi siklus menurun bagi orang tua.

Orang tua juga mungkin memiliki masalah mobilitas atau keterbatasan fisik. “Beberapa orang dewasa perlu menghabiskan lebih banyak waktu duduk dibanding yang lain," kata Constance Katsafanas, ahli saraf di Marcus Neuroscience Institute yang berafiliasi dengan Baptist Health South Florida di Boca Raton.

Peserta studi direkrut dari Vanderbilt Memory and Alzheimer’s Center, Nashville, Tennessee. Mereka mayoritas cukup aktif, dalam kondisi kesehatan yang baik, lebih dari separuhnya laki-laki, dan 85 persen berkulit putih non-Hispanik.

Karena itu, hasil studi ini belum tentu dapat digeneralisasi ke seluruh populasi. Selain itu, para peneliti belum mengamati aktivitas apa saja yang dilakukan peserta saat duduk — apakah membaca, bermain teka-teki, atau hanya melamun. Hal ini akan menjadi fokus penelitian selanjutnya, mengingat studi sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas mental seperti bermain teka-teki dapat memperlambat penurunan kognitif.

“Secara logika, tentu lebih baik jika duduk sambil melakukan hal-hal yang merangsang pikiran daripada melamun kosong,” jelas Gogniat. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |