DPR Usul Realokasi Anggaran Tindaklanjuti Putusan MK Ihwal Sekolah Gratis

1 day ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi bidang Pendidikan DPR Adde Rosi mengusulkan dilakukan realokasi anggaran pendidikan guna menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 ihwal sekolah gratis.

Adde menilai, putusan Mahkahmah Konstitusi menjadi langkah progresif untuk mewujudkan keadilan pendidikan. Namun, untuk mewujudkan itu, terdapat suatu hambatan, yaitu kemampuan fiskal negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Karena itu pemerintah bersama DPR perlu segera merumuskan payung hukum, skema pendanaan operasional yang berkelanjutan, dan adil untuk implementasinya," kata Adde dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Senin, 2 Juni 2025.

Ia menuturkan, realokasi daoat dilakukan dengan pelbagai cara. Misalnya, memperketat kriteria sekolah penerima bantuan dari pemerintah berdasarkan akreditasi, hingga mereformulasi kategori siswa yang dianggap tidak mampu.

Selain itu, kata Adde, pemerintah juga dapat memperluas dan meningkatkan nilai bantuan operasional sekolah (BOS) afirmatif untuk sekolah-sekolah swasta, atau membangun kemitraan strategis dengan organisasi kemasyarakat penyelenggara pendidikan guna merancang skema subsidi yang lebih efektif.

"Pada prinsipnya, Komisi X DPR amat mendukung putusan ini dan berkenan untuk berdialog konstruktif guna membahas hal-hal teknisnya," ujar Politikus Partai Golkar itu.

Mengenai realokasi anggaran dari kementerian atau lembaga lain yang memiliki kaitan dengan pendidikan, Adde mengatakan, usulan itu akan ditampung.

"Yang terpenting, dialog dulu dengan pemerintah," ucap Adde.

Sebelumnya, pada 27 Mei lalu Mahkamah mengabulkan gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI.

Hakim Konstitusi Enny Nurbayanti mengatakan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif.

Multitafsir dan diskriminatif itu, dia melanjutkan, membatasi warga negara untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan teknologi, seni, serta budaya guna meningkatkan kualitas hidup.

Enny menjelaskan, Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin seluruh warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.

Akan tetapi, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dianggap bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila tidak dimaknai "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar.

"Tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat," ujar Enny saat membacakan pertimbangan putusan, 27 Mei 2025.

Dalam kesempatan serupa, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, sebagaimana dalil pemohon yang menyatakan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBN sekurang-kuranya sebesar 20 persen telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan sebelumnya.

Putusan yang dimaksud, ialah Putusan Nomor 026/PUU-IV/2006; 13/PUU-VI/2008; dan 135/PUU-XXI/2023. Menurut Guntur, pada putusan itu Mahkamah menimbang besarnya anggaran pendidikan dalam APBN dari tahun ke tahun belum pernah mencapai persentase minimal 20 persen.

"Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal untuk meningkatkan anggaran pendidikan agar amanat konstitusi dapat terpenuhi," kata Guntur.

Dia melanjutkan, mengingat sifat imperatif Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, Mahkamah sebagai pengawal konstitusi menginginkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam APBN harus diprioritaskan dan diwujudkan dengan sungguh-sungguh.

Realisasi itu, kata dia, dapat dilakukan dengan memastikan warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan dasar yang menjadi tanggung jawab negara.

Masalahnya, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat mengungkapkan salah satu hambatan utama dalam mengimplementasikan putusan Mahkamah, yaitu minim porsi anggaran.

"Dari total anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, yang langsung dikelola Kemendikdasmen hanya sekitar 4,6 persen. Jauh sekali dari seharusnya," ujar Atip saat dihubungi Tempo, Sabtu, 31 Mei 2025.

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |