TEMPO.CO, Jakarta - Lee Jae Myung memenangkan pemilihan presiden Korea Selatan pada Rabu, 4 Juni 2025. Pertanyaan besar yang muncul kini adalah apakah kepemimpinan Lee akan membawa stabilitas politik yang lebih baik, dan bagaimana perubahan dari kepemimpinan konservatif ke liberal ini akan mempengaruhi kebijakan Korea Selatan terhadap negara-negara penting di kawasan seperti Amerika Serikat, Korea Utara, Cina, dan Jepang?
Disadur dari atlanticcouncil.org, berikut beberapa poin tentang implikasi terpilihnya Lee Jae-myung bagi keamanan Indo-Pasifik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan Luar Negeri Bisa Berubah
Nonresident Senior Fellow di Indo-Pacific Security Initiative Atlantic Council dan Associate Professor Ilmu Politik di Sungkyunkwan University, Sungmin Cho menjelaskan, Lee kemungkinan akan melanjutkan pendekatan tradisional Partai Demokrat dalam kebijakan luar negeri, yang menitikberatkan dialog dengan Korea Utara dan menjaga hubungan stabil dengan Cina. Namun, Lee dipandang lebih pragmatis dibandingkan pendahulunya, Moon Jae-in, dengan pendekatan bertahap terhadap denuklirisasi.
Meski begitu, fokus utama Lee saat ini adalah memulihkan ekonomi yang terdampak berbagai tantangan seperti yang terlihat dari janji kampanyenya membentuk “Satuan Tugas Ekonomi Darurat.” Perubahan kebijakan luar negeri besar kemungkinan baru akan muncul sebagai respons terhadap situasi eksternal, seperti hubungan antara AS dan Korea Utara. Isu Taiwan juga akan menjadi ujian pragmatisme Lee, di mana ia kemungkinan akan menerapkan ambiguitas strategis dalam menjalin komunikasi dengan Washington dan menjaga kebijakan “Satu Cina” agar hubungan dengan Beijing tetap seimbang.
Tantangan Keamanan
Nonresident Fellow di Indo-Pacific Security Initiative Atlantic Council Kayla T. Orta menyoroti bagaimana kemenangan Lee menandai pergeseran politik dari konservatif ke liberal, namun persoalan domestik masih sangat kompleks dan penuh perpecahan. Setelah krisis akibat deklarasi darurat militer dan pemakzulan Yoon, kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi Korea Selatan menurun. Dalam situasi keamanan yang makin menegangkan, terutama dengan program senjata nuklir Korea Utara dan kemitraannya dengan Rusia dan Cina, Lee harus mengembalikan kepercayaan domestik sekaligus merumuskan kebijakan luar negeri yang efektif. Orta mencatat pentingnya hubungan Seoul dengan Washington dan Tokyo dalam menjaga stabilitas kawasan, serta janji Lee untuk melanjutkan kerja sama trilateral antara ketiga negara tersebut.
Stabilitas Domestik
Nonresident Senior Fellow di GeoStrategy Initiative, Scowcroft Strategy Initiative, dan Indo-Pacific Security Initiative Atlantic Council, Shawn Creamer, menilai pemerintahan Lee punya peluang besar untuk mengembalikan stabilitas politik domestik dan memperbaiki reputasi Korea Selatan di mata dunia setelah rentetan masalah politik yang dialami. Kesatuan politik dalam Partai Demokrat yang kini menguasai legislatif dan eksekutif bisa menjadi modal untuk mengatasi kebuntuan dan mempercepat tata kelola pemerintahan.
Dalam hal pertahanan, Lee diperkirakan akan meningkatkan anggaran militer Korea Selatan di atas 3 persen dari PDB, menjadikannya mitra keamanan utama bagi Amerika Serikat. Selain itu, kekuatan industri manufaktur dan galangan kapal Korea dapat dimanfaatkan untuk membantu penguatan angkatan laut AS, sekaligus menguntungkan posisi ekonomi Korea di kancah global. Namun, Creamer juga mengingatkan ada risiko jika Lee dan Trump memiliki ketegangan personal, atau jika Lee terlalu memihak Cina dan mengabaikan hubungan dengan Jepang.
Pendekatan Pragmatis dan Seimbang
Nonresident Senior Fellow Indo-Pacific Security Initiative Atlantic Council, Associate Professor di Tokyo International University, dan Senior Adjunct Fellow di Pacific Forum, Ryo Hinata-Yamaguchi menilai kemenangan Lee adalah hasil dukungan mayoritas moderat di Korea Selatan, meski ia harus menghadapi perpecahan politik yang tajam.
Dalam kebijakan luar negeri, Lee tampak mengadopsi pendekatan yang pragmatis dan seimbang dengan menggabungkan prioritas dari kubu progresif seperti perdamaian di Semenanjung Korea dan pembaruan perjanjian militer dengan Pyongyang, serta prioritas konservatif, yaitu memperkuat aliansi dengan Amerika Serikat dan kerja sama trilateral dengan Jepang. Pendekatan ini menunjukkan kesadaran tinggi tentang pentingnya koordinasi keamanan trilateral dalam menghadapi ancaman yang datang dari Korea Utara, Cina, dan Rusia. Meski ada ketidakpastian, Hinata-Yamaguchi menyarankan agar Tokyo dan Washington terus bekerja sama dengan Seoul guna menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.