Pelatihan SDM Perhotelan Masih Tertinggal, AI Didorong Jadi Solusi

17 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sektor perhotelan Indonesia menghadapi tantangan serius dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Di tengah dorongan pertumbuhan pariwisata, sebagian besar hotel belum memiliki sistem pelatihan berbasis teknologi yang adaptif, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk pengembangan kompetensi komunikasi.

Hal tersebut mencuat dalam Hospitality Forum 2025 yang digelar di Jakarta pada Juli lalu. Acara ini mempertemukan lebih dari 50 pemimpin HR dari jaringan hotel nasional dan internasional.

Hasil survei yang dipaparkan menunjukkan bahwa 94,4 persen hotel belum pernah menerapkan pelatihan hyper-personalized berbasis AI, dan 44,4 persen menyebut kesenjangan kemampuan bahasa Inggris antar karyawan sebagai tantangan utama dalam pelayanan.

Banyak hotel masih mengandalkan pelatihan satu arah, tidak relevan dengan kebutuhan operasional harian, dan tidak berkelanjutan. “Pendekatan blended learning yang menggabungkan pelatihan tatap muka, microlearning, simulasi, dan teknologi AI dapat menjadi solusi jangka panjang untuk membangun budaya belajar yang relevan dan berkelanjutan,” kata Co-founder Paradigm, Peggy Putri, dalam keterangan tertulis, Jumat (1/8/2025).

Ketimpangan ini terjadi ketika industri perhotelan diharapkan mendongkrak kontribusi pariwisata terhadap PDB hingga 4,6 persen, dengan target 25,75 juta tenaga kerja pada 2025. Namun tanpa reformasi pelatihan yang serius, target tersebut berisiko tidak tercapai.

Forum ini menyoroti perlunya pendekatan baru dalam pengembangan talenta. AI dinilai sebagai salah satu opsi strategis untuk mengatasi keterbatasan waktu, anggaran, dan kesenjangan antarwilayah. Teknologi semacam ELSA Speak, platform pembelajaran bahasa Inggris berbasis AI, disebut mampu meningkatkan skor kemampuan bahasa Inggris hingga 19 persen hanya dalam tiga bulan.

“Dengan teknologi yang tepat, kita tidak hanya melatih keterampilan bahasa, tetapi juga membangun budaya belajar yang bebas stigma, berkelanjutan, dan relevan secara bisnis,” kata Yasser Muhammad Syaiful, Managing Director ELSA Speak Indonesia.

Data dari Deloitte dan PHRI menunjukkan adanya jurang investasi antara jaringan hotel global dan lokal. Hotel internasional seperti Hilton dan Marriott mengalokasikan hingga 3 persen dari payroll untuk pelatihan, sementara hotel lokal hanya sekitar 0,5–1 persen. Selain soal anggaran, perbedaan ini mencerminkan perbedaan paradigma soal pentingnya pengembangan SDM.

Dalam forum ini, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menegaskan bahwa kualitas layanan tidak bisa lagi ditopang sekadar keramahan. Standar internasional menuntut kompetensi bahasa dan pemahaman lintas budaya yang merata.

Kolaborasi lintas sektor, seperti dengan asosiasi manajer SDM dan pelaku teknologi edukasi, disebut menjadi kunci mempercepat transformasi pelatihan di sektor hospitality.

Forum ini juga menandai langkah awal Asosiasi Manajer SDM Hotel Indonesia (AMSIH) untuk mengambil peran lebih aktif dalam mendorong adopsi teknologi pembelajaran dan menyusun sistem pelatihan yang lebih kontekstual. Pendekatan blended learning yang menggabungkan pelatihan tatap muka, microlearning, simulasi, dan AI, diproyeksikan menjadi model baru yang lebih relevan bagi industri.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |