KEJAKSAAN Negeri Batam, Kepulauan Riau, menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap Kompol Satria Nanda, mantan Kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasat Resnarkoba) Polresta Barelang. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam pada Senin, 26 Mei 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Naek menyampaikan bahwa terdakwa layak dijatuhi hukuman mati karena terbukti terlibat dalam peredaran narkotika secara terstruktur dan sistematis.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Satria Nanda dengan pidana mati,” ujar Ali dalam pembacaan tuntutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tindak pidana yang dilakukan oleh Satria berkaitan dengan penyisihan barang bukti narkotika jenis sabu seberat satu kilogram. Jaksa menjelaskan bahwa perbuatan tersebut tidak hanya melibatkan penyimpangan prosedur dalam penanganan barang bukti, tetapi juga menunjukkan adanya pemufakatan jahat serta percobaan peredaran narkotika golongan I bukan tanaman dalam jumlah melebihi lima gram.
Tuntutan terhadap Satria dijatuhkan berdasarkan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, antara lain Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan (3), serta Pasal 92 ayat (1) hingga (4), Pasal 114 ayat (2), dan Pasal 132 ayat (1). Selain itu, jaksa juga mengaitkan pelanggaran tersebut dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 140 ayat (2) UU Narkotika. Tidak ditemukan faktor yang meringankan dalam perkara ini. Sebaliknya, jaksa menilai bahwa status terdakwa sebagai aparat penegak hukum justru memperberat tuntutan.
“Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan yang berbelit-belit,” kata Ali menambahkan.
Selain Satria, tuntutan hukuman mati juga dijatuhkan kepada empat anggota kepolisian lainnya yang merupakan bawahannya. Mereka adalah Shigit Shargo Edhi, mantan Kasubnit 1 Satresnarkoba, serta tiga penyidik Subnit 1: Rahmadi, Fadillah, dan Wan Rahmat. Enam terdakwa lainnya yang juga berasal dari lingkungan kepolisian dituntut pidana penjara seumur hidup. Adapun dua orang sipil yang diduga berperan sebagai kurir dan bandar narkoba dituntut pidana penjara selama 20 tahun.
Jenis-Jenis Kejahatan yang Diancam Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati di Indonesia merupakan salah satu jenis pidana pokok yang keberadaannya diatur dalam sistem hukum nasional. Ketentuan ini awalnya termuat dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati.
Dalam Undang-Undang tersebut, dijelaskan bahwa pidana mati merupakan bentuk hukuman yang dapat dijatuhkan baik melalui proses pengadilan maupun tanpa pengadilan dalam keadaan tertentu, dengan metode pelaksanaan yang dilakukan melalui penembakan hingga terpidana meninggal dunia.
Secara umum, berikut adalah jenis-jenis tindak pidana yang dapat dikenai hukuman mati berdasarkan KUHP dan undang-undang khusus:
- Makar terhadap Presiden atau Wakil Presiden, terutama apabila berkaitan dengan upaya untuk membunuh kepala negara. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 104 KUHP.
- Tindakan yang mengajak negara asing menyerang Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (2) KUHP.
- Memberikan bantuan kepada musuh saat negara dalam kondisi perang, yang termasuk dalam tindakan pengkhianatan, sesuai Pasal 124 ayat (3) KUHP.
- Pembunuhan terhadap kepala negara sahabat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 140 ayat (4) KUHP.
- Pembunuhan berencana, yang dilakukan dengan perencanaan matang sebelumnya. Tindakan ini diatur dalam Pasal 340 KUHP.
- Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih, apabila tindakan tersebut mengakibatkan korban mengalami luka berat atau meninggal dunia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP.
Selain delik yang tercantum dalam KUHP, beberapa undang-undang khusus juga memuat ancaman hukuman mati, antara lain:
- Tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hukuman mati dapat dijatuhkan terhadap pelaku peredaran gelap narkotika golongan I, khususnya jika jumlah yang diselundupkan atau diedarkan sangat besar.
- Tindak pidana korupsi, dalam keadaan tertentu, seperti saat negara dalam keadaan krisis atau darurat, hukuman mati dapat dijatuhkan kepada pelaku korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.