Aceh, CNN Indonesia --
Kementerian Dalam Negeri memutuskan empat pulau yang berada di perbatasan Aceh - Sumatera Utara masuk dalam status administrasi wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Empat pulau itu adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek.
Status administratif itu tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Sebelumnya empat pulau itu dimiliki oleh warga Aceh dengan dokumen sah serta ditandai dengan adanya prasasti yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada 2008.
Mengetahui hal itu Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir mengatakan pihaknya tetap komitmen memperjuangkan perubahan status administratif empat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
"Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh," kata Syakir dalam keterangannya, Senin (26/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syakir menjelaskan proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat. Pada 2022, beberapa kali telah difasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan oleh Kemendagri.
Apalagi saat proses verifikasi dilakukan, Pemerintah Aceh bersama tim dari Kemendagri turun langsung ke lokasi untuk melakukan peninjauan keempat pulau tersebut. Dalam verifikasi itu, Pemerintah Aceh menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung.
Verifikasi ini juga melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
Di Pulau Panjang, misalnya, Pemerintah Aceh memperlihatkan sejumlah infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil, seperti tugu selamat datang, tugu koordinat yang dibangun oleh Dinas Cipta Karya dan Bina Marga pada tahun 2012, rumah singgah dan mushala (2012), serta dermaga yang dibangun pada tahun 2015.
"Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada tahun 1992," jelas Syakir.
Peta tersebut menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
"Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh," tambahnya.
Bukti lainnya termasuk dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya. Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
Prasasti ini dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada tahun 2008 dengan tulisan 'Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam'
Pada tahun 2022, Kemenko Polhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
(dra/gil)