Amran: Operasi Pasar untuk Intervensi Harga Beras Lanjut sampai Februari 2026

3 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/National Food Agency/NFA) Andi Amran Sulaiman memastikan operasi pasar akan terus digencarkan hingga Februari 2026. Langkah ini menjadi bentuk intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga beras, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

Amran menyampaikan, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras (SPHP) yang dijalankan melalui Perum Bulog masih memiliki alokasi lebih dari satu juta ton hingga akhir tahun. Dengan demikian, kegiatan operasi pasar dapat berlanjut tanpa gangguan pasokan sampai awal tahun depan.

“Bapak Presiden perintahkan operasi pasar terus-menerus. Alokasi stok kita masih ada satu juta lebih untuk SPHP beras. Ini operasi pasar sampai Januari, Februari 2026. Yang penting, sekarang kita operasi pasar terus,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025).

Berdasarkan laporan realisasi penjualan SPHP per 19 Oktober 2025, dari total target 1,5 juta ton sepanjang tahun, sekitar 492,9 ribu ton telah tersalurkan ke masyarakat. Beras SPHP dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium untuk menjaga keterjangkauan harga bagi konsumen.

Distribusi beras SPHP dilakukan melalui berbagai jalur, termasuk pasar tradisional dan ritel modern. Penyaluran melalui pasar tradisional tercatat sebanyak 51,8 ribu ton, sedangkan melalui ritel modern mencapai 17,3 ribu ton.

Amran menegaskan, kebijakan HET dirancang agar keseimbangan harga antara petani dan konsumen tetap terjaga. Pemerintah juga menetapkan Harga Acuan Pembelian (HAP) di tingkat produsen dan Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen sebagai panduan perdagangan pangan.

“Harga eceran tertinggi itu tujuannya menjaga petani untung, konsumen juga tersenyum. Dua-duanya harus seimbang,” kata tokoh yang juga menjabat sebagai Menteri Pertanian tersebut.

Selain melalui SPHP beras, pemerintah juga memperluas intervensi harga pangan lewat program Gerakan Pangan Murah (GPM). Sepanjang Januari hingga 17 Oktober 2025, pelaksanaan GPM tercatat mencapai 10.212 kali di 37 provinsi dan 375 kabupaten/kota.

Program ini menjadi instrumen utama stabilisasi harga pangan yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, serta asosiasi petani dan pelaku usaha pangan. GPM juga dirancang untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap bahan pokok berkualitas dengan harga terjangkau.

Pada 2024, pelaksanaan GPM mencapai 9.547 kali. Angka itu meningkat signifikan pada 2025 dengan tambahan 665 kegiatan hingga pertengahan Oktober. Jika dibandingkan dengan 2022 yang hanya terlaksana 442 kali dan 2023 sebanyak 1.626 kali, maka lonjakan pelaksanaan GPM menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga inflasi pangan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pangan sepanjang tahun berjalan 2025 berada di 3,32 persen. Angka ini masih dalam kisaran target inflasi volatile food antara 3–5 persen sebagaimana ditetapkan dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) di Kantor Kemenko Perekonomian pada 31 Januari 2025.

Capaian tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi tahun berjalan pada 2022 dan 2023 yang masing-masing mencapai 5,61 persen dan 6,73 persen. Sedangkan pada 2024, inflasi pangan tercatat hanya 0,12 persen.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |