REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah resmi menempatkan dana Rp200 triliun pada lima bank Himbara untuk memperkuat likuiditas perbankan nasional. Dari jumlah itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN memperoleh alokasi Rp25 triliun. Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu memastikan dana tersebut akan terserap habis hingga pertengahan Desember 2025.
“Terkait dengan dana, kami senang kalau ditanya. Kami happy ada dana masuk,” ungkap Nixon, Rabu (17/9/2025).
Nixon menjelaskan, sebelumnya perbankan menghadapi dua persoalan besar, yakni ketatnya likuiditas dan lemahnya permintaan kredit. Namun, masalah likuiditas kini teratasi setelah adanya penempatan dana pemerintah.
Dana tersebut juga bermanfaat untuk menurunkan bunga dana melalui penawaran suku bunga khusus, termasuk suku bunga di counter, sehingga lebih murah bagi masyarakat. Menurut Nixon, Rp25 triliun tersebut akan segera masuk ke berbagai sektor produktif.
“Kami sudah hitung, berdasarkan pipeline kami. Bahkan sebelum ada Rp25 triliun ini pun, pipeline kami sampai dengan akhir tahun sudah ada. Kami hitung, sampai pertengahan Desember, Rp25 triliun ini akan terserap habis. Kebetulan kami memang sudah punya pipeline seperti itu. Karena ada 350 ribu rumah, salah satunya itu jawabannya. Kedua, konstruksinya juga tadi kita minta dipercepat,” jelasnya.
Ia memastikan penyaluran dana ini tetap aman, termasuk dari sisi risiko kredit. “Kalau ditanya, aman nggak? Aman. NPL aman nggak? Aman. NPL-nya kecil, sekitar satu persen. Kalau nol mungkin susah, karena ada debitur yang meninggal dunia, misalnya. Tapi NPL-nya kecil. Itu mudah-mudahan bisa jadi jawaban bahwa segmen bawah tetap aman, apalagi pakai penjaminan asuransi. Itu yang kita kerjakan. Jadi tidak ke mana-mana,” tegas Nixon.
BTN menilai kebijakan ini memberi ruang lebih luas bagi bank untuk menjaga efisiensi biaya dana. “Bedanya, sebelum Rp25 triliun ini datang, kami bingung cari dananya. Sekarang sudah tidak bingung lagi. Terus, dana yang kami miliki bagaimana? Sebelum Rp25 triliun, yang ada di BUMN sekarang kami pakai buat menurunkan cost of fund. Jadi ada dua dana: yang dari internal sendiri dan yang Rp25 triliun. Nah, itu manfaatnya. Jadi kayak di undersubscribe, kita bisa mengompilasi dananya untuk diturunkan sehingga cost of fund kami murah,” jelasnya.
Meski begitu, Nixon menyoroti perlunya perbaikan teknis dalam kebijakan penempatan dana. “Memang ada satu-dua isu teknis yang mau kami bahas dengan BUMN. Terutama soal jangka waktu. Bagi kami, jangka waktu sekarang terlalu pendek. Kalau boleh, distribusinya dibuat dua tahun. Kayak PEN (Program Pemulihan Ekonomi Nasional) dulu kan dua tahun. Kita pakai referensi PEN saja,” ujarnya.