REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pencemaran air oleh limbah logam berat, seperti ion timbal (Pb2+) merupakan isu serius yang mengancam kesehatan manusia dan ekosistem. Pb2+ bersifat toksik dan bioakumulatif, yang dapat merusak organ vital dan sistem saraf. Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Pb2+ di Sungai Winongo, Gajah Wong, dan Code meningkat dari 0,015 mg/L (tahun 2022) menjadi 0,08 mg/L (tahun 2024), melebihi baku mutu 0,03 mg/L. Meskipun air sungai tidak dikonsumsi langsung, Pb2+ dapat masuk ke dalam rantai makanan, sehingga deteksi dini sangat penting untuk mencegah resiko kesehatan.
Menanggapi fenomena ini, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) yang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) mengembangkan inovasi sensor deteksi logam berat, khususnya Pb2+. Sensor ini berbasis Cu2O/TiO2 Nanotube Arrays (Cu2O/TNA) yang disintesis melalui metode elektrodeposisi dengan pendekatan ramah lingkungan. Uniknya, tim ini memanfaatkan limbah kulit pisang yang kaya polifenol sebagai bahan alami pengganti zat kimia sintetis seperti polyvinylpyrrolidone atau trisodium citrate, yang biasanya digunakan sebagai agen penstabil atau pengatur ukuran nanopartikel.
Larutan polifenol ditambahkan ke dalam larutan prekursor Cu2+ (tembaga(II) asetat pentahidrat, Cu(CH3COO)2·5H2O) sebelum proses sintesis Cu2O pada substrat TNA. Polifenol berperan tripel: sebagai reducing agent yang membantu mereduksi Cu2+ menjadi Cu2O, sebagai capping agent atau agen pengatur bentuk yang mengontrol ukuran, bentuk, dan distribusi nanopartikel, serta sebagai stabilizing agent atau agen penstabil yang mencegah aglomerasi partikel. Pendekatan ini tidak hanya menekan biaya dan meningkatkan kestabilan material, tetapi juga mendukung prinsip green chemistry dalam sintesis nanopartikel.
Untuk mengoptimalkan performa sensor, tim melakukan variasi konsentrasi polifenol dalam larutan prekursor dan menguji karakterisasi sampel menggunakan berbagai teknik, mulai dari X-ray Diffraction (XRD) untuk identifikasi struktur kristal, Raman spectroscopy untuk identifikasi fase, spektrofotometer ultraviolet-visible (UV-Vis) untuk mempelajari sifat optik, Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengamati morfologi, hingga pengujian kemampuan deteksi Pb²⁺ melalui pengamatan photocurrent dengan metode cyclic voltammetry.
Keunggulan sensor ini dibanding metode konvensional adalah kemampuan deteksi Pb2+ secara langsung tanpa membutuhkan reagen pengompleks, seperti yang diperlukan dalam spektrofotometer UV-Vis. Hal ini menjadikan sensor Cu2O/TNA lebih sederhana, ramah lingkungan, dan efisien.
Tim PKM-RE UNY ini diketuai oleh Bonita Arum Ningtyas (Fisika, Angkatan 2022) dengan anggota Devita Amalia Z. (Fisika, Angkatan 2022), Martin Imanuel P. (Fisika, Angkatan 2024), Kunnasywa Sani (Kimia, Angkatan 2022), dan Melda Novita R. (Kimia, Angkatan 2023), serta dibimbing oleh Ibu Riza Ariyani Nur Khasanah, SPd, MSc, PhD dari Departemen Pendidikan Fisika UNY. Melalui riset ini, mereka berharap teknologi sensor ramah lingkungan tersebut dapat menjadi solusi deteksi dini pencemaran Pb2+ di perairan, sekaligus berkontribusi pada upaya menjaga kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
“Polifenol banyak terdapat dalam berbagai bahan alam, termasuk buah-buahan, baik pada daging maupun kulitnya. Kami memilih memanfaatkan limbah kulit pisang karena potensinya cukup tinggi di Yogyakarta dan sekitarnya. Limbah ini kami peroleh dari beberapa pelaku UMKM sebagai langkah awal dalam rangkaian proses riset yang akan dilakukan,” ujar Bonita.
Proses riset ini telah dilakukan dari awal bulan Juli 2025, berdasarkan timeline yang dirilis oleh Kemendiktisaintek Dirjen Pendidikan Tinggi bersamaan dengan pengumuman PKM Skema Pendanaan. Perkembangan riset ini dapat dipantau pada akun media sosial Instagram @pkmre_bananolytic.