Driver Ojol Curhat Sering Diperlakukan Diskriminatif di Mal

3 months ago 61

Koalisi Ojol Nasional melakukan audiensi dengan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (22/5/2025) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sekalipun halal, namun pekerjaan sebagai driver ojek online (ojol) kadangkala mendapatkan perlakuan diskriminatif di lapangan. Hal ini disampaikan langsung oleh perwakilan pengemudi ojol dalam audiensi bersama Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) yang digelar di Kantor Kementerian HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).

Sekretaris Jenderal Koalisi Ojol Nasional (KON), Juwel Safriko Hutasoit, mengungkapkan bahwa para pengemudi sering menghadapi aturan yang merugikan saat menjalankan tugas. Salah satunya ketika mereka harus mengantarkan makanan atau paket ke apartemen atau mal. Di tempat-tempat itu, para driver kerap kali diminta untuk melepas jaket atau atribut yang menunjukkan identitas sebagai pengemudi ojek online.

“Sepertinya kok terjadi diskriminasi,” ujar Juwel dalam forum tersebut. Ia mencontohkan, di saat para pengemudi diwajibkan oleh pihak aplikator untuk mengenakan atribut resmi—bahkan saat verifikasi wajah—namun di lapangan, mereka justru diminta melepaskannya demi bisa masuk ke area tertentu, seperti pusat perbelanjaan.

“Ketika kami diharuskan memakai atribut, lalu memasuki mal yang besar harus buka atribut,” katanya. “Saya merasa, emang kenapa sih dengan ojol? Apakah kami masuk ke mal ini membuat pemandangan jadi tidak baik kah?”

Menurut Juwel, perasaan ini semakin kuat ketika ia sendiri masuk ke mal tanpa atribut ojol untuk keperluan pribadi. Saat itu, perlakuan petugas jauh lebih ramah dan terbuka. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dalam benaknya, apakah profesi sebagai ojol memang dianggap lebih rendah sehingga tidak layak tampil di ruang-ruang publik tertentu.

Meski demikian, Juwel menyadari bahwa petugas keamanan di lapangan hanya menjalankan instruksi dari pihak manajemen mal. Karena itu, ia mendorong agar Kementerian HAM bisa menyoroti hal ini sebagai isu yang patut mendapatkan perhatian lebih dalam kerangka perlindungan hak-hak pekerja informal.

“Kami bukan meminta hak istimewa,” tegasnya, “tapi paling tidak, kami ingin diperlakukan secara manusiawi dan adil.”

www.tempo.co

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |