TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memprediksi ada 280 ribu pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun ini. Dewan Pengawas mengatakan hingga April 2025 telah terjadi 24,36 ribu korban PHK.
“Prediksi dan potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 ada sekitar 280 ribu korban PHK,” kata Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Muhammad Zuhri saat rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 20 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zuhri mengatakan Dewan Pengawas juga telah meminta Direksi memberikan pelayanan bagi masyarakat korban PHK. Dia menambahkan, Dewan Pengawas juga meminta Direksi untuk menjemput bola dengan menambah kantor wilayah dan cabang. Selain dengan optimalisasi layanan digital, Dewan Pengawas juga meminta agar Direksi membuat kanal alternatif pengajuan klaim bagi korban PHK terhadap Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Senyampang, Direksi juga diminta agar terus berkoordinasi dengan berbagai pihak dan mensosialisasikan berbagai program. “Dewan Pengawasan terus mendorong Direksi untuk memberikan pelayanan terbaik, terutama untuk kondisi terjadinya PHK massal,” kata Zuhri.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono, mengumumkan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) mencapai 52.850 orang sepanjang Januari hingga April 2025. Nunung menyebut rata-rata klaim JKP tiap bulan sebanyak 13.210 orang.
Kenaikan yang terjadi menurut dia cukup signifikan secara berturut-turut. "Ini memberikan indikasi bahwa terjadi pemutusan hubungan kerja yang cukup signifikan,” kata dia saat rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 20 Mei 2025.
Data Dewan Jaminan Sosial Nasional menunjukkan jumlah klaim itu memang meroket sejak empat tahun lalu. Pada 2022 tercatat 844 klaim, pada 2023 sebanyak 4.478 klaim, pada 2024 ada 4.816 klaim, dan pada 2025 mencapai 52.850 klaim.
Nunung mengatakan jumlah peserta JKP sepanjang Januari-April 2025 juga meningkat hingga 2 juta orang. Ia menyebut bertambahnya peserta ini merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang menghapus syarat JKP. “Di dalam situasi ekonomi saat ini program JKP tidak hanya memberi kepastian, juga jaring bagi pekerja terdampak PHK,” kata Nunung.
Rasio klaim JKP sepanjang empat bulan tahun ini juga meningkat 25 persen dibandingkan 13 persen pada 2023–2024. Menurut dia, lonjakan ini terjadi karena meningkatnya jumlah klaim dan besaran manfaat tunai.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan jumlah pekerja yang terdampak PHK dari Januari hingga Rabu, 23 April 2025, mencapai 24.036 orang. Ia merinci daerah dengan angka PHK tertinggi, yakni Jawa Tengah dengan 10.692 orang, disusul DKI Jakarta sebanyak 4.649 orang, dan Riau sebanyak 3.546 orang.
Adapun sektor usaha yang paling banyak memberhentikan pekerja adalah industri pengolahan dengan 16.801 korban PHK, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran sebanyak 3.622 orang, serta sektor jasa lainnya yang mencatat 2.012 orang. “Saat ini (per 23 April 2025), yang sudah terdata itu sekitar 24 ribu. Jadi, sudah sepertiga dari tahun 2024. Kalau ada yang tanya, PHK saat ini dibandingkan tahun lalu itu memang meningkat,” kata Yassierli.
Data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menunjukkan jumlah korban PHK mencapai 40.000 orang. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara juga mencatat bahwa sekitar 23.000 anggotanya terdampak PHK dalam periode yang sama.
Apindo memperkirakan angka PHK akan terus bertambah hingga mencapai 70.000 orang pada akhir tahun, sejalan dengan catatan Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa sepanjang 2024 terdapat 77.965 kasus PHK.