REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menghadiri Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB bertajuk "AI in Military and Security Domain” yang digelar di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (25/9/2025). Dalam debat tersebut, Sugiono menegaskan bahwa AI atau kecerdasan buatan harus dikelola secara bertanggung jawab agar menjadi kekuatan bagi perdamaian, bukan sumber konflik.
Menlu Sugiono menyoroti pemanfaatan AI di ranah militer. Menurutnya, selain membuka peluang positif, hal itu juga menimbulkan risiko besar.
“Indonesia percaya bahwa AI dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan nyawa, termasuk dalam operasi kemanusiaan dan respons bencana. Namun, jika tidak dikendalikan, AI justru bisa memicu perlombaan senjata, memperkuat aktor non-negara yang tidak bertanggung jawab, dan mengganggu stabilitas regional,” kata Sugiono, seperti dikutip dalam keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Jumat (26/9/2025).
Sugiono mengungkapkan, kekhawatiran terbesar adalah digunakannya AI dalam sistem operasi dan kendali nuklir. Dia menyebut, hal itu akan semakin meningkatkan risiko eksistensial dari senjata nuklir. “Ini bukan cerita fiksi ilmiah, tetapi ancaman nyata yang harus dicegah,” ujarnya.
Menlu Sugiono menekankan, hukum internasional termasuk Piagam PBB, hukum humaniter, hukum hak asasi manusia, serta rezim pelucutan dan non-proliferasi senjata harus menjadi landasan dasar. Selain itu, pengambilan keputusan penggunaan senjata tidak boleh diserahkan pada algoritma. “Kendali harus tetap dipegang oleh manusia dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas,” kata Sugiono.
Dia juga menekankan urgensi tata kelola multilateral yang inklusif agar aturan dan norma AI mencerminkan kepentingan seluruh negara, bukan hanya mereka yang memiliki kapabilitas teknologi. Peran sektor swasta dan peneliti juga disorot sebagai bagian penting untuk memastikan inovasi AI selaras dengan etika dan kemanusiaan.
Menlu Sugiono mengingatkan, kesenjangan digital tidak boleh semakin lebar. “Indonesia menyerukan pentingnya kerja sama internasional untuk membangun kapasitas, berbagi pengetahuan, dan memastikan akses yang setara,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Menlu Sugiono menekankan, kecerdasan buatan harus menjadi alat yang membantu, bukan mengendalikan manusia.