9 Poin Surat Edaran Dedi Mulyadi Soal Pendidikan di Jawa Barat

6 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan setelah menerbitkan sejumlah kebijakan dalam dunia pendidikan. Gebrakan terbaru tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 43/PK.03.04/Kesra yang berisi sembilan kebijakan baru dalam dunia pendidikan Jabar.

Kebijakan ini berfokus untuk membangun karakter peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah di wilayah Provinsi Jawa Barat. Surat edaran yang terbit 2 Mei 2025 itu ditujukan kepada bupati dan wakil bupati kota se-Jawa Barat, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dan terakhir kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aturan ini tidak hanya menargetkan pembenahan sistem pendidikan, namun juga menekankan pembentukan karakter pelajar melalui pendekatan yang dinilai tegas dan berbeda. Dirangkum dari Antara yang dimuat pada Senin, 5 Mei 2025, gebrakan terbaru dari Dedi Mulyadi tersebut dirancang guna mewujudkan filosofi Gapura Panca Waluya, yakni peserta didik yang Cageur, Bageur, Bener, Pinter, tur Singer.

9 Poin dalam Surat Edaran

1. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta tersedianya toilet peserta didik di dalam kelas, untuk menunjang aktivitas dan proses belajar, sehingga terwujud lingkungan pendidikan yang baik bagi tumbuhnya Generasi Panca Waluya.

2. Peningkatan mutu dan kualitas guru yang adaptif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta memahami arah dan tujuan pendidikan secara paripurna, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.

3. Sekolah dilarang membuat kegiatan piknik, yang dibungkus dengan kegiatan study tour, yang memiliki dampak pada penambahan beban orang tua. Kegiatan tersebut bisa diganti dengan berbagai kegiatan berbasis inovasi, seperti mengelola sampah secara mandiri di lingkungan sekolah, mengembangkan sistem pertanian organik, aktivitas peternakan, perikanan dan kelautan, serta meningkatkan wawasan dunia usaha dan industri.

4. Sekolah dilarang membuat kegiatan wisuda pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan menengah. Kegiatan tersebut hanya seremonial yang tidak memiliki makna akademik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

5. Untuk menyongsong pemberlakuan program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara merata, mulai saat ini setiap peserta didik diharapkan dapat membawa bekal makanan ke sekolah, mengurangi uang jajan, serta mendorong peserta didik untuk menabung sebagai bekal dan lahan investasi di masa depan. 

6. Peserta didik yang belum cukup umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor, serta mengoptimalkan penggunaan angkutan umum, atau berjalan kaki dengan jangkauan sesuai dengan kemampuan fisik peserta didik. Untuk peserta didik di daerah terpencil, diberikan toleransi sebagai upaya untuk memudahkan daya jangkau peserta didik dari rumah menuju ke sekolah. 

7. Untuk meningkatkan disiplin, serta rasa bangga sebagai warga negara yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia, setiap peserta didik harus memahami wawasan kebangsaan, dengan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, Paskibra, Palang Merah Remaja, dan kegiatan lainnya yang memiliki implikasi positif pada pembentukan karakter kebangsaan peserta didik. 

8. Bagi peserta didik yang memiliki perilaku khusus, yang sering terlibat tawuran, main game, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong dan perilaku tidak terpuji lainnya, akan dilakukan pembinaan khusus, setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua, melalui pola kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Jajaran TNI dan Polri. 

9. Peningkatan pendidikan moralitas dan spiritualitas melalui pendekatan pendidikan agama, sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

Respons dan Kontroversi

Beberapa poin dalam isi surat edaran tersebut langsung memicu perdebatan di tengah masyarakat, seperti larangan wisuda dna study tour. Selain itu, kebijakan pembinaan khusus untuk mengirimkan anak bermasalah ke barak tentara pun berhasil mendapatkan perhatian dari Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro. Atnike berharap agar Dedi dapat meninjau kembali wacana tersebut.

“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025. Menurutnya, jika membawa anak tersebut dalam konteks pendidikan militer maka itu dinilai tidak tepat.

Mantan Bupati Purwakarta, Jawa Barat itu meresponsnya dengan mengklaim bahwa pembinaan di markas militer bisa berdampak positif terhadap peningkatan kedisiplinan pelajar.

“Program ini (pembinaan karakter pelajar di markas TNI) memberikan dampak positif terhadap peningkatan kedisiplinan pelajar,” kata Dedi saat meninjau pelaksanaan program tersebut di Purwakarta, Sabtu, 3 Mei 2025 dikutip dari Antara

Anwar Siswadi dan Rizki Dewi Ayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |