TEMPO.CO, Jakarta - Dosen tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan pemangkasan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp81 triliun bisa menimbulkan persoalan. Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memang mengatakan akan menyerahkan pembangunan infrastruktur kepada swasta. Namun, menurut Nirwono, hal itu tidak akan semudah membalikan telapak tangan. Pasalnya, swasta akan memperhitungkan keuntungan yang cepat.
“Swasta ingin dapat keuntungan tidak lebih dari lima tahun. Masalahnya, saat pergantian presiden kan mereka tidak tahu bagaimana nasib berikutnya,” kata Nirwono saat dihubungi Tempo pada Selasa, 4 Februari 2025. “Karena pogram-program kan memang terikat oleh satu periode pemerintahan.”
Kemudian, karena swasta memperhitungkan keuntungan yang ceppat, mereka akan pilih-pilih proyek infrastruktur. Walhasil, aspek pemerataan akan menjadi catatan. “Contohnya, disuruh milih membangun tol di Jawa atau Kalimantan, pasti milihnya di Jawa,” kata dia.
Selain itu, Nirwono menambahkan, sulit bagi swasta untuk mau berinvestasi pada proyek bendungan. Hal ini karena bendungan biassanya di bangun di daerah yang jauh dari pusat perkotaan. “Secara teknis, ini tidak mendatangkan keuntungan dalam lima tahun,” ujarnya.
Padahal, pembangunan bendungan menjadi kebutuhan seiring target pemerintah mencapai swasembada pangan dan energi. Apalagi jumlah bendungan di Indonesia terhitung jauh lebih sedikit, dibanding negara lain seperti Cina.
“Sektor swasta yang akan masuk ke infrastruktur tidak akan sebanyak yang dibayangkan Presiden. Itu tidak akan terjadi,” kata dia. “Jadi, pembangunan infrastruktur dalam setahun, bahkan lima tahun ke depan, bukan hanya bisa melandai tetapi turun.”
Oleh karena itu, ia mengatakan pemangkasan anggaran besar-besaran di Kementerian Pekerjaan Umum perlu diperhitungkan kembali. Menteri Pekerjaan Umum, kata dia, perlu menyampaikan risiko-risiko pemangkasan anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto.
Kalaupun keputusan pemangkasan anggaran itu akhirnya bulat, Nirwono menyarankan Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo membuat disclaimer. Misalnya, ia menyatakan bahwa masyarakat tidak bisa berharap banyak pada Kementerian Pekerjaan Umum ihwal pembangunan infrastruktur. Begitu pula dengan kepala negara, bahwa pemangkasan anggaran akan mempersulit peran Kementerian Pekerjaan Umum dalam membantu mewujudkan swasembada pangan dan energi.
“Bendera putihnya dikibarkan lebih dulu. Kalau tidak, Kementerian PU bakal jadi pihak yang disalahkan ketika program-program tidak tercapai,” kata dia. “Juga supaya tidak jadi pembelaan dan alasan ketika ada masalah nantinya.”
Adapun sebelumnya, pagu anggaran Kementerian Pekerjaan Umum untuk 2025 ditetapkan senilai Rp 110,95 triliun. Namun, Preside Prabowo menginstruksikan efisiensi APBN dan APBD melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Kementerian Pekerjaan Umum diminta efisiensi Rp81 triliun, sehingga menyisakan anggaran Rp 29 triliun saja tahun ini.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti mengatakan porsi pemangkasan ini masih dihitung. Ia berharap ada perubahan nominal efisiensi. “Tentunya (akan diperjuangkan agar tidak dipangkas banyak)” kata Diana saat ditemui di Kementerian PU pada Selasa, 4 Februari 2025.
Lebih lanjut ihwal peluang swasta menggarap proyek infrastruktur, Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Zainal Fatah mengakui swasta cenderung memiliki minat tertentu. Saat ini, trennya masih dalam proyek pembangunan tol. Namun, menurut dia, masih ada peluang perluasan minat ke sektor lain.
“Kami sudah punya bendungan banyak. Kalau mereka (investor) mau pasang solar panel di situ, sudah bisa,” kata Zainal. “Jadi, tidak ada alasan investasi tidak bisa berjalan.”
Pilihan Editor: Dito Ariotedjo soal Anggaran Kemenpora Dipangkas Rp 1,4 Triliun: Agar Dorong Program Prioritas Presiden