Bank Dunia: RI Kehilangan Potensi Penerimaan Pajak Rp 944 Triliun akibat Ketidakpatuhan

2 days ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - World Bank atau Bank Dunia menyebut kinerja penerimaan pajak Indonesia masih jauh di bawah target. Laporan Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang dipublikasikan pada 17 Maret 2025 mengungkap setoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan domestik masih di bawah potensinya.

Laporan tersebut menunjukkan adanya kesenjangan atau celah penerimaan pajak untuk jenis PPN dan PPh Badan di Indonesia. “Secara rata-rata, estimasi kesenjangan PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB, atau Rp 944 triliun sepanjang 2016 hingga 2021,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut, dikutip Jumat, 28 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bank Dunia mengukur angka tersebut dengan menganalisis celah kepatuhan (compliance gap) dan celah kebijakan (policy gap). Celah kepatuhan itu mengacu pada semua sumber ketidakpatuhan, termasuk kurangnya pelaporan, penghindaran, penipuan, kebangkrutan, hingga kesalahan administratif. Sementara celah kebijakan merujuk pada nilai pajak yang hilang sebagai akibat dari keputusan pemerintah yang tidak memungut basis pajak tersebut.

Berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata penerimaan pajak Indonesia yang terealisasi pada 2016 hingga 2021 mencapai Rp 800 triliun atau 5,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara potensi penerimaan pajak berdasarkan kebijakan yang berlaku seharusnya bisa mencapai Rp 1.348 triliun atau 9,1 persen dari PDB. Bahkan bila mengacu pada skenario benchmark yang ideal, penerimaan pajak seharusnya sebesar Rp 1.744 triliun atau 11,8 persen dari PDB.

Namun akibat celah kepatuhan, Indonesia kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 548 triliun atau 3,7 persen dari PDB. Tak hanya itu, Bank Dunia menyebut celah kebijakan juga menimbulkan potensi penerimaan pajak hilang sebesar Rp 396 triliun atau 2,7 persen dari PDB.

Jika dirinci, pada periode 2016-2021, rata-rata kesenjangan kepatuhan—atau PPN yang seharusnya dibayar dengan PPN yang terbayarkan—mencapai 43,9 persen. Angka itu setara 2,6 persen dari PDB Indonesia. Secara nominal, kesenjangan kepatuhan tersebut setara Rp 387 triliun. 

Sementara itu, Bank Dunia menghitung rata-rata kesenjangan kebijakan pengenaan PPN ialah sebesar Rp 138 triliun. Ini berarti Indonesia kehilangan potensi setoran PPN senilai Rp 525 triliun akibat celah kepatuhan dan juga kebijakan pajak.

Adapun untuk PPh Badan periode yang sama, rata-rata yang seharusnya dibayar dengan yang terbayarkan mencapai 33 persen dari total kewajiban pajak PPh Badan atau setara 1,1 persen dari PDB. Secara nominal, Bank Dunia mencatat tata-rata pendapatan tahunan yang hilang karena ketidakpatuhan dalam PPh Badan sekitar Rp 161 triliun. 

Sedangkan, menurut lembaga keuangan internasional itu, rata-rata penerimaan yang hilang akibat celah kebijakan mencapai Rp 258 triliun. Artinya, Indonesia kehilangan potensi setoran PPh Badan senilai Rp 419 triliun akibat celah kepatuhan dan celah kebijakan.  

“Secara keseluruhan, ketidakpatuhan memiliki dampak yang lebih besar pada penerimaan PPN dibandingkan dengan kesenjangan kebijakan,” tulis Bank Dunia dalam kesimpulan laporan tersebut. Sebaliknya, celah kebijakan berdampak lebih besar terhadap penerimaan PPh dibandingkan dengan celah kepatuhan.

Menurut Bank Dunia, PPN dan PPh Badan yang merupakan sumber utama penerimaan pajak dalam negeri itu tidak bekerja secara maksimal. Padahal, PPN dan PPh Badan pada 2021 menyumbang sekitar 66 persen dari total penerimaan pajak, setara dengan sekitar 6 persen dari PDB. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |