Bank Dunia Sebut Penerimaan Pajak Indonesia Terburuk di Dunia

2 days ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia atau World Bank menyatakan bahwa kinerja pajak Indonesia menjadi salah satu yang terburuk di dunia karena penerimaan pajak negara ini masih jauh di bawah target.

Hal tersebut tercantum dalam laporan bertajuk Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang dipublikasikan di laman resmi Bank Dunia pada 17 Maret 2025. Mengapa demikian? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun laporan tersebut menyajikan hasil analisis kepatuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) serta estimasi kesenjangan kebijakan di Indonesia antara tahun 2016 hingga 2021. Hasilnya menunjukkan bahwa setoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan di Indonesia masih di bawah potensinya. 

Merujuk laporan tersebut, rasio penerimaan pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto atau PDB termasuk yang terendah di dunia, yakni hanya 9,1 persen pada tahun 2021. Angka ini, menurut Bank Dunia, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara berpenghasilan menengah regional lainnya seperti Kamboja sebesar 18,0 persen, Malaysia sebesar 11,9 persen, Filipina sebesar 15,2 persen, Thailand sebesar 15,7 persen, dan Vietnam sebesar 14,7 persen.

“Secara rata-rata, estimasi kesenjangan PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB, atau Rp 944 triliun sepanjang 2016 hingga 2021,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut, dikutip Jumat, 28 Maret 2025. Artinya, Indonesia kehilangan banyak pendapatan pajak yang seharusnya bisa didapatkan. Menurut laporan tersebut, kesenjangan ini sebagian besar disebabkan oleh ketidakpatuhan wajib pajak, terutama dalam PPN. 

Untuk diketahui, pada periode 2016-2021, rata-rata kesenjangan kepatuhan atau PPN yang seharusnya dibayar dengan PPN yang terbayarkan mencapai 43,9 persen. Angka itu setara 2,6 persen dari PDB Indonesia. Secara nominal, kesenjangan kepatuhan itu setara Rp 386 triliun. Bahkan pada 2020, pendapatan yang hilang akibat ketidakpatuhan relatif paling besar, mencapai 50,7 persen atau senilai 463 triliun rupiah, yang setara dengan lebih dari 102 persen dari penerimaan PPN yang sebenarnya

Sementara itu, untuk pajak penghasilan badan (CIT), kesenjangan lebih banyak disebabkan oleh kebijakan pajak itu sendiri. Rata-rata yang seharusnya dibayar dengan yang terbayarkan mencapai 33 persen dari total kewajiban pajak PPh Badan atau setara 1,1 persen dari PDB. Secara nominal, Bank Dunia mencatat tata-rata pendapatan tahunan yang hilang karena ketidakpatuhan dalam PPh Badan sekitar Rp 160 triliun.

Melihat data yang ada, kesenjangan kepatuhan di Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain, sementara kesenjangan kebijakan (seperti aturan pajak yang tidak efektif) relatif lebih kecil. Banyak perusahaan kecil dan penyedia layanan dikenakan tarif pajak yang lebih rendah, dan mereka kemungkinan besar tidak patuh terhadap pajak, yang membuat kesenjangan kebijakan semakin besar. Maka untuk mengatasi hal ini, perlu ada perbaikan dalam kepatuhan pajak bersamaan dengan perubahan kebijakan pajak yang lebih adil.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia disebut telah berusaha meningkatkan pendapatan pajak dengan mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Pajak (THL) pada Oktober 2021. Beberapa langkah yang diambil, misalnya dengan menaikkan tarif PPN dan menghapus beberapa pengecualian pajak.

Selain itu, rencana pengurangan tarif pajak penghasilan badan(CIT) yang sebelumnya akan dilakukan, kini dibatalkan. Dengan diterapkannya THL, diperkirakan pendapatan pajak akan meningkat sekitar 0,7  hingga 1,2 persen dari PDB setiap tahunnya antara 2022 hingga 2025. Kendati sudah ada upaya tersebut, pengumpulan pajak di Indonesia nyatanya masih menghadapi banyak tantangan dan perlu perbaikan lebih lanjut.

Pada intinya, perubahan dalam bagaimana wajib pajak mematuhi aturan pajak antara 2016 hingga 2021 adalah faktor utama yang menyebabkan perubahan dalam pendapatan pajak Indonesia. Selain itu, terlihat jelas bahwa PPN dan PPh Badan yang merupakan sumber utama penerimaan pajak dalam negeri ini tidak bekerja secara maksimal. Padahal, PPh Badan dan PPN pada 2021 menyumbang sekitar 66 persen dari total penerimaan pajak, setara dengan sekitar 6 persen dari PDB.

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Pilihan editor: 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |