Burung Kicau yang Gagal Diselundupkan di Banyuwangi Berjumlah 6.860 Ekor

2 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Pelayanan Karantina Ketapang, Banyuwangi, mencatat jumlah burung kicau yang gagal diselundupkan dari Pelabuhan Tanjung Wangi berjumlah 6.860 ekor. Jumlah itu diketahui setelah tim gabungan dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur menghitungnya pada Ahad, 2 Februari 2025. Burung kicau itu diangkut menggunakan truk dan dikemas dalam 134 keranjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penanggung Jawab Satuan Pelayanan Karantina Ketapang Fitri Hidayati mengatakan, burung kicau itu akan dikarantina dalam beberapa hari ke depan. Balai Karantina Ketapang akan memeriksa kondisi kesehatan unggas tersebut sebelum dilepasliarkan ke alam. “Jadi burung kicau itu berasal dari Lombok dan tidak memiliki dokumen karantina dari daerah asalnya,” kata Fitri saat dihubungi, Ahad, 2 Februari 2025.

Fitri mengatakan, BKSDA dan pihak kepolisian akan mendalami praktik penyelundupan satwa liar ini lebih lanjut. Saat ini dua orang pelaku yang berperan sebagai supir telah ditahan oleh kepolisian dari Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Wangi “Setelah proses karantina selesai, burung kicau ini kan dikembalikan dan dilepasliarkan ke NTB,” kata Fitri.

Flight Indonesia, organisasi nirlaba yang fokus pada perlindungan burung liar, turut menurunkan tim untuk mengidentifikasi burung kicau tersebut. Dari pendataan tim di lokasi, ditemukan sebanyak 579 ekor burung kicau itu dalam keadaan mati.

Adapun burung kicau tersebut terdiri dari jenis burung Manyar Jambul dan Pipit Zebra. Habitat kedua jenis burung ini tersebar di sebagian besar daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Statusnya belum dikategorikan sebagai satwa yang dilindungi.

Direktur Eksekutif Flight Indonesia Marison Guciano mendesak penegak hukum mengungkap pelaku di balik penyelundupan burung liar tersebut. Dia mengatakan pelaku harus diproses secara hukum. Sebab, kata dia, diduga kuat praktik ini dibekingi oleh pihak berwenang yang menangani sektor konservasi sumber daya alam.

Dugaan itu mencuat mengingat burung yang akan diselundupkan berjumlah banyak.  Dia mengatakan penindakan itu juga harus dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat. 

“Selama ini burung kicau dianggap bukan satwa dilindungi sehingga pengambilannya dari alam dilakukan secara masif tanpa ada kontrol yang ketat dari pihak berwenang,” kata Marison kepada Tempo melalui sambungan telepon.

Marison mengatakan, burung kicau yang tidak dikategorikan sebagai satwa langka memang tidak dilarang untuk diperjualbelikan. Namun kegiatan usaha jual beli burung kicau itu, dia melanjutkan, harus memenuhi standar dan pedoman yang telah ditetapkan pemerintah.

Ketentuan soal hal itu diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam regulasi ini diatur bahwa satwa yang diambil dari alam harus memenuhi sejumlah persyaratan.

Beberapa persyaratan di antaranya mendapatkan izin dari instansi terkait, harus mematuhi kuota tangkap dan diambil di wilayah tangkap yang ditentukan oleh Balai Konservasi. Namun, kata Marison, ketentuan ini kerap dilanggar. 

Penangkapan burung kicau di alam dilakukan secara masif dan tanpa pengawasan. Dia mengatakan dalam lima tahun terakhir terdapat sekitar 300 ribu burung kicau disita dari perdagangan ilegal di Indonesia. “Ketika diambil dalam jumlah besar dan diselundupkan, ini sudah pasti ilegal dan melanggar peraturan. Artinya BKSDA  tempat burung berkicau ini berasal gagal menjalankan tugasnya,” kata Marison.

Sebelumnya, Satuan Pelayanan Karantina Ketapang menggagalkan upaya penyelundupan burung kicau itu di Pelabuhan Tanjung Wangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Sabtu malam, 1 Februari 2025. Burung kicau itu diangkut menggunakan truk bernomor polisi DR yang berasal Lombok, Nusa Tenggara Barat

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |