Dari Sampah Jadi Karya, Inovasi Pemuda Bantul Ini Bikin Kagum

4 hours ago 11
Ilustrasi casing HP | freepik

BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bagi sebagian orang, tumpukan limbah plastik mungkin hanya sekadar sampah tak berguna. Namun di tangan Dikko Andre Kurniawan, pemuda asal Dusun Wirosutan, Kabupaten Bantul, plastik-plastik bekas justru menjelma menjadi karya kreatif bernilai ekonomi dan estetika tinggi.

Perjalanan Dikko menuju dunia daur ulang bermula sejak masa kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Latar belakangnya sebagai mahasiswa Manajemen Pendidikan tak membuatnya terpaku pada teori di ruang kelas. Justru dari kampus itulah muncul kesadaran baru: bagaimana anak muda bisa mengambil peran dalam mengurangi beban sampah plastik yang kian menumpuk.

Tahun 2020 menjadi titik awal perubahan. Ia mendirikan Sawokecik, sebuah usaha sosial yang bergerak di bidang fesyen berkelanjutan dengan bahan utama plastik daur ulang. Dari limbah jenis High Density Polyethylene (HDPE) — plastik keras yang biasanya sulit terurai — lahirlah beragam produk menarik seperti casing ponsel, topi, tas, dan aksesori perhiasan.

Namun Dikko tidak berhenti di situ. Ia terus bereksperimen dengan jenis plastik lain, yakni Low Density Polyethylene (LDPE), yang banyak ditemukan pada kemasan rumah tangga. Dari bahan itu, ia menciptakan lembaran tenun berbahan benang plastik, hasil kerja sama dengan para ibu di desanya.

“Awalnya kami tak punya modal besar, bahkan alat produksinya kami buat sendiri dari bahan seadanya,” tuturnya. Dengan ketekunan dan riset sederhana, ia menemukan dua prinsip penting: plastik tak boleh dipanaskan langsung agar warnanya tetap terjaga, dan harus melalui proses pressing supaya strukturnya kuat dan rapi.

Dari percobaan demi percobaan lahirlah sistem tenun plastik yang ia rancang sendiri. Para ibu yang sebelumnya tidak mengenal teknik menenun pun ia latih dari awal. “Kami mulai dari pola sederhana, lama-lama mereka terbiasa dan saling berbagi pengalaman,” kisahnya.

Kini, hasil tenun Sawokecik tampil memikat dalam berbagai motif dan warna. Tak hanya mempercantik tampilan, karya itu juga menghadirkan makna: setiap produk membawa cerita tentang kepedulian terhadap bumi dan semangat pemberdayaan masyarakat.

Dikko menyadari langkahnya masih kecil di tengah lautan persoalan sampah nasional. Namun ia memilih terus bergerak. Melalui program Edukasi Ekowisata, ia mengajak masyarakat belajar memilah, mengolah, dan menghargai sampah mulai dari rumah.

Lewat media sosial, Sawokecik juga aktif menebar inspirasi tentang gaya hidup berkelanjutan. “Kami ingin menunjukkan bahwa solusi itu ada. Semua bisa dimulai dari langkah kecil, dari rumah sendiri,” ujarnya dengan senyum penuh keyakinan.

Kini, dari Dusun Wirosutan yang tenang, gema perubahan kecil itu mulai bergulir. Dari sampah menjadi karya, dari keprihatinan lahir harapan. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |