TEMPO.CO, Jakarta - Sejak beberapa tahun terakhir, Bali menemui sejumlah permasalahan akibat meningkatnya populasi wisatawan asing alias Warga Negara Asing yang berkunjung hingga tinggal lebih lama di Bali. Selain kemacetan yang kian parah dan menyesakkan, ulah oknum-oknum bule juga makin parah dan mencoreng nama Pulau Dewata.
Adapun yang terbaru ialah kasus penutupan "Kampung Rusia" di Gianyar dan perampokan aset WNA Ukraina yang diduga dilakukan oleh Geng Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Bali belakangan terus menjadi sorotan di Tanah Air. Setelah beberapa waktu lalu disebut-sebut mengalami overtourism, kini Bali kembali dibicarakan dan disebut tidak aman lagi karena adanya kasus perampokan aset serta penculikan yang melibatkan WNA Rusia dan Ukraina yang viral di media sosial.
Kasus Penculikan dan Perampokan Aset WNA Ukraina
Kasus penculikan dan perampokan aset kripto WNA Ukraina yang menyebabkan korban mengalami kerugian Rp3,4 miliar dengan para pelaku yang diduga berjumlah sembilan orang ini telah menjadi perhatian nasional termasuk Anggota Komisi XIII DPR Hamid Noor Yasin.
Ia menilai bahwa adanya kasus tersebut sebagai indikasi adanya celah dalam sistem pengawasan keimigrasian. “Kami mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap WNA yang masuk dan tinggal di Indonesia,” ujar Hamid dalam keterangan resmi, pada Ahad, 2 Februari 2025.
Pengawasan itu, kata Hamid, juga meliputi penguatan kebijakan izin tinggal warga negara asing untuk menjaga keamanan nasional dan tidak mencoreng sektor pariwisata di Indonesia. Politikus Partai Keadilan Sosial itu mengatakan peristiwa kriminal itu juga menjadi momentum yang mengingatkan pentingnya pengawasan terkendali atas keberadaan dan aktivitas WNA di Indonesia.
Menurut dia, kasus perampokan itu bukan sekadar tindak pidana. Ia mengatakan kasus ini juga menjadi peringatan bagi pemerintah agar mewaspadai adanya potensi ancaman kelompok kriminal asing di tanah air yang dapat memengaruhi kegiatan pariwisata Indonesia khususnya di Bali.
Adapun peristiwa tersebut diketahui terjadi pada 15 Desember 2024 lalu. Saat itu korban dengan sopirnya berinisial A mengendarai mobil BMW warna putih. Kemudian, di pertengahan perjalanan di sekitar Jalan Tundun Penyu Dipal, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, tiba-tiba mereka dihadang oleh dua unit mobil. Mobil pertama merk Alphard dengan memblokade jalan dari depan dan satu dari arah belakang.
Setelah itu, saat mobil dari depan keluar empat orang berpakaian hitam menggunakan tutup wajah atau masker dengan membawa senjata pisau, palu dan pistol. Lalu, mereka membawa korban dan sopirnya untuk naik ke atas salah satu mobil dengan posisi tangan diborgol dengan kepala ditutup dengan penutup kepala warna hitam.
Selanjutnya, para pelaku membawa korban dan sopirnya ke sebuah vila di daerah Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Saat tiba di vila, para pelaku mengambil secara paksa ponsel korban, memukul korban agar bersedia mentransfer aset uang kripto ke dua akun yang diduga milik pelaku. "Mereka melakukan pemukulan serta memaksa pelapor (korban) untuk memberikan akun binance pelapor untuk diambil secara paksa aset kripto pelapor senilai 214.429,13808500 dolar AS atau sekitar Rp3.496.790.194," ujarnya.
Penutupan "Kampung Rusia" di Gianyar
Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat Bali baru-baru ini juga berhadapan dengan WNA yang diduga melakukan tindak pidana alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan dan sawah dilindungi di Ubud, Gianyar. Atas laporan dari masyarakat lokal, Pemerintah Bali melalui Satpol PP melakukan penutupan tempat bernama PARQ Ubud atau yang lebih dikenal sebagai "Kampung Rusia" pada 20 Januari lalu.
Sejak berdiri pada Mei 2020, tempat usaha ini berkembang pesat dari yang awalnya hanya sebuah kafe menjadi hotel dengan 100 kamar. Keberadaan PARQ Ubud yang mayoritas dihuni oleh warga negara asing, khususnya Rusia, menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat lokal.
Bangunan tersebut dinilai melanggar Pasal 19 ayat 3 pada Perda Gianyar Nomor 15 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, di mana aturan tersebut berbunyi: "Setiap orang atau badan wajib menggunakan bangunan miliknya, dan peruntukannya sesuai dengan izin yang telah ditetapkan."
Selain itu, aturan lain yang dilanggar ialah Perda Gianyar Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko.
Adapun AF (53) yang merupakan Direktur PT Parq Ubud Partners berinisial AF (53) ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Bali pada 24 Januari 2025 merupakan WNA asal Jerman.
Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Daniel Adityajaya dalam dalam konferensi pers pada hari yang sama mengatakan bahwa AF, diduga melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan/atau UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
"Pelaku melakukan kegiatan pembangunan sebuah vila, spa center, dan peternakan hewan di atas lahan sawah dilindungi dan lahan pangan pertanian berkelanjutan (LP2B) yang termasuk dalam subzona tanaman pangan tanpa dilengkapi dengan perizinan," katanya.
Setelah ditelusuri tim penyidik, PARQ Ubud mengaku mengantongi 34 sertifikat hak milik (HM) untuk tiga usaha di kawasan PARQ Ubud. Setelah dicek silang dengan data dari Dinas PUPR Gianyar, ditemukan pembangunan tersebut berada pada tiga zona, yaitu zona P1 tanaman pangan (LSD dan LP2B), zona perkebunan (P3), dan zona pariwisata.
Dalam pengecekan di lapangan, bangunan yang berdiri di zona P1 (LSD dan LP2B) milik Parq Ubud berupa bangunan vila, spa center, dan peternakan hewan dengan kondisi sedang dalam pembangunan.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, ada dugaan perbuatan pembangunan vila, spa center, dan peternakan hewan di atas zona P1 (LSD dan LP2B) tersebut merupakan alih fungsi lahan terhadap lahan pertanian. "Hasil pemeriksaan disimpulkan adanya dugaan tindak pidana alih fungsi lahan pertanian dan sawah dilindungi," kata Kapolda.
AF pun dijerat Pasal 109 juncto Pasal 19 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Selain itu, Pasal 72 jo. Pasal 44 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023.
Sementara itu, Kementerian Pariwisata menyatakan bahwa penutupan "Kampung Rusia" tersebut merupakan bentuk tegas dari pemerintah RI untuk menegakkan hukum kepada Warga Negara Asing disingkat WNA yang abai terhadap aturan Indonesia.
Alfitria Nefi P dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kejahatan Warga Negara Asing di Bali