TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar menjelaskan kronologi perbuatan eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono (RS), yang menjadi tersangka kasus suap dan/atau gratifikasi pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur.
Abdul Qohar mengatakan, Lisa Rachmat (LR) selaku pengacara Ronald Tannur meminta kepada eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar (ZR), agar diperkenalkan kepada Ketua PN Surabaya. Permintaan Lisa itu bermaksud untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara kliennya. Adapun Lisa dan Zarof telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selanjutnya pada 4 Maret 2024, tersangka ZR yang diperiksa dalam perkara tersendiri, menghubungi RS melalui pesan WhatsApp," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Januari 2024. Chat itu menyampaikan bahwa Lisa akan menemui Rudi di PN Surabaya.
Pada hari yang sama, lanjut dia, Lisa datang ke PN Surabaya untuk bertemu dengan Rudi. Pengacara itu pun diterima di ruang kerja hakim tersebut.
Dalam persamuhan tersebut, Lisa meminta dan memastikan nama hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur. "Kemudian dijawab oleh RS bahwa hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur adalah ED, M, dan HH," ujar Abdul Qohar.
Adapun yang dimaksud dari tiga inisial itu adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Belakangan, ketiga hakim itu menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur. Mereka kini berstatus terdakwa dalam perkara ini.
"Setelah bertemu dengan RS, tersangka LR menemui ED di lantai 5 Gedung Pengadilan Negeri Surabaya," tutur Abdul Qohar.
Lisa kemudian mengatakan, dia mengetahui nama Erintuah, Mangapul dan Heru. Sebab, Lisa sudah pernah bertemu dengan Heru dan Mangapul untuk membicarakan penetapan majelis hakim yang akan menangani perkara kliennya.
Beberapa waktu kemudian, lanjut Abdul Qohar, Lisa menemui kembali Rudi. Dia meminta agar Erintuah ditetapkan sebagai ketua majelis hakim dalam perkara Ronald Tannur, serta Heru dan Mangapul sebagai anggota.
Pada 5 Maret 2024, Erintuah bertemu dengan Rudi. "Pada pertemuan tersebut, RS mengatakan kepada tersangka ED sambil menepuk pundak tersangka ED dan mengatakan 'lae, ada saya tunjuk lae sebagai ketua majelis, anggotanya M dan HH atas permintaan LR'."
Pada hari yang sama, dikeluarkanlah penetapan majelis hakim yang ditandatangani oleh Wakil Ketua PN Surabaya atas nama Ketua saat itu. Sesuai penegapan, komposisi susunan majelis hakim adalah Erintuah Damankk sebagai ketua majelis, serta Mangapul dan Heru Hanindyo selaku anggota.
Padahal, lanjut Abdul Qohar, pelimpahan perkara tersebut telah dilakukan sejak 22 Februari 2024. Artinya, sejak perkara dilimpahkan ke pengadilan 12 hari kemudian, baru ada penetapan penunjukan majelis hakim yang menandatangani perkara Ronald Tannur.
Kemudian, Lisa bersepakat dengan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja (MW) untuk biaya pengurusan perkara. Meirizka juga telah ditetapkan aebagai tersangka dalam perkara ini.
Kesepakatan keduanya adalag biaya pengurusan perkara berasal dari Meirizka. Apabila ada biaya dari Lisa yang terpakai lebih dulu, akan diganti oleh Meirizka.
Pada 1 Juni 2024 di gerai Dunkin' Donuts Bandara Ahmad Yani, Semarang, Lisa menyerahkan sebuah amplop berisi uang 140.000 dolar Singapura (SGD) kepada Erintuah. Uang itu dengan pecahan SGD 1.000.
Dua pekan kemudian, Erintuah membagikan uang tersebut kepada Mangapul dan Heru. Pembagian itu dilakukan di ruang kerja Mangapul.
Adapun rincian pembagiannya adalah SGD 38.000 untuk Erintuah dan SGD 36.000 masing-masing untuk Mangapul dan Heru. Selain itu, Rudi Suparmono juga disinyalir mendapatkan bagian.
"Dalam pembagian tersebut, diduga RS yang saat itu telah pindah tugas menjadi Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendapat bagian SGD 20.000," tutur Abdul Qohar. "Dan yang langsung diberikan oleh Lisa sebesar SGD 43.000."