Eks Panitera PN Jaktim Mengaku Tak Tahu Uang Rp 1 Miliar di Rekeningnya Adalah Uang Suap

3 weeks ago 29

TEMPO.CO, Jakarta - Eks panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur Rina Pratiwi mengaku baru tahu mengenai cek senilai Rp 1 miliar setelah dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta. Rina merupakan terdakwa dalam kasus suap pengurusan eksekusi lahan PT Pertamina (Persero). 

Jaksa awalnya menanyakan perihal aliran uang masuk ke rekening milik Rina. Jaksa menanyakan, apakah dia pernah menerima uang dari Dede Rahmana melalui rekening miliknya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ya, waktu itu pembayaran sewa," kata Rina dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Senin, 3 Februari 2025.

Menurut pengakuan Rina, dana yang dia terima dari Dede itu adalah uang pengembalian pinjaman modal. Dia mengaku baru tahu bahwa uang tersebut sebenarnya berasal dari Ali Sopyan, yang merupakan ahli waris pemilik tanah di Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur yang dikuasai PT Pertamina.

"Saudara mengetahui bahwa ada cek sebesar Rp 1 miliar yang diterima Dede Rahmana dari Ali Sopyan?" ujar jaksa bertanya. 

"Iya, setelah dipanggil oleh Kejati," kata Rina.

Sebelum dipanggil oleh Kejati Jakarta, Rina mengaku sama sekali tak pernah mendapatkan penjelasan dari Dede mengenai asal-usul uang itu. "Belum (pernah dijelaskan," ucap Rina.

Bahkan untuk nominal uang yang diterima, Rina juga mengklaim baru tahu saat dia dipanggil oleh Kejati Jakarta. "Iya (Rp 1 miliar)," kata dia. 

Sebelumnya, mantan Panitera PN Jakarta Timur periode 2020-2022 itu didakwa menerima suap senilai Rp 1 miliar dalam pengurusan eksekusi lahan PT Pertamina. Suap itu diterima melalui perantara untuk mempercepat eksekusi atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795 pada 14 November 2019, yang menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar. 

"Dalam putusan itu pada pokoknya menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi Zulianto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis, 21 November 2024.

Menurut JPU, uang suap itu diberikan oleh terpidana Ali Sopyan melalui perantara Dede Rahmana kepada Rina. Dari total Rp 1 miliar yang dijanjikan, Rina diduga menerima Rp 797,5 juta, sementara sisanya Rp 202,5 juta diberikan kepada Dede. Suap tersebut diberikan dalam dua tahap, yakni Rp 747,6 juta secara tunai dan Rp 50 juta melalui transfer.

Kasus bermula pada 2014, ketika ahli waris A. Soepandi menggugat Pertamina terkait sengketa tanah di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Sengketa itu berujung pada putusan PK oleh Mahkamah Agung yang memerintahkan Pertamina untuk membayar ganti rugi. 

Akan tetapi, pembayaran ganti rugi tak kunjung terealisasi. Akibatnya, Ali Sopyan, salah satu ahli waris, berusaha mempercepat eksekusi putusan tersebut dengan meminta bantuan kepada beberapa pihak, termasuk Rina.

JPU menyebut, Rina menyetujui permintaan tersebut dan membuat resume atas surat permohonan eksekusi yang diajukan ke PN Jakarta Timur pada Februari 2020. Surat itu kemudian didisposisikan kepada Rina oleh Ketua PN Jakarta Timur untuk eksekusi.

Atas perbuatannya, Rina didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |