Jakarta, CNN Indonesia --
Advokat Febri Diansyah menyatakan honorarium dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan dua anak buahnya yakni M. Hatta dan Kasdi Subagyono berasal dari dana pribadi yang tidak berkaitan dengan korupsi.
Hal itu disampaikan Febri untuk membantah KPK yang menyebut honor advokat dari SYL dkk berasal dari korupsi sehingga kantor hukum yang didirikannya yakni Visi Law digeledah Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya sudah klir di proses persidangan pak SYL beberapa waktu yang lalu bahwa seluruh klien saya pada saat itu menegaskan dana yang mereka berikan, jadi ada penyelidikan ada penyidikan ya, dana yang diberikan di tahap penyelidikan itu adalah iuran mereka bertiga dari dana pribadi, bukan dana dari Kementan," ujar Febri usai beracara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait kasus hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Jumat (21/3).
Febri menjelaskan Undang-undang Advokat mengatur secara jelas mengenai hak terkait dengan honorarium, sehingga hal itu merupakan sesuatu penerimaan yang diatur secara hukum.
"Kalau terkait dengan honorarium di tahap penyidikan, itu sudah tidak iuran bertiga lagi. Pada saat itu pihak keluarga pak SYL yang memberikan setelah pak SYL sudah tidak menjadi menteri lagi," kata Febri.
"Yang disampaikan kepada saya saat itu tegas sekali pak SYL bilang 'ini dana pribadi saya'. Itu disampaikan di proses persidangan. Seharusnya hal tersebut sudah terpisahkan secara jelas tentu saja, karena ini memang dijamin oleh UU," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, mempermasalahkan cara-cara KPK tersebut yang dinilainya mengganggu kerja-kerja pendampingan hukum.
"Kami terus terang kalau dengan cara-caranya KPK seperti ini, ini kan sebenarnya hendak mengganggu kami, di dalam memberikan pembelaan terhadap pak Hasto," ucap Maqdir.
"Jadi, gangguan yang diberikan ini kan bukan hanya terhadap ketika proses penyidikan, tetapi sekarang dalam proses persidangan dikesankan seolah-olah ada kejahatan lain yang dilakukan tim penasihat hukum," sambungnya.
Dia pun meminta KPK berhenti membuat framing yang menyudutkan seperti itu.
"Ini yang harus dihentikan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menduga SYL melakukan pencucian uang satu di antaranya untuk membayar jasa hukum dari kantor Visi Law Office.
Dugaan itu yang membuat penyidik menggeledah Visi Law Office, kantor hukum yang didirikan oleh aktivis antikorupsi Febri Diansyah dan Donal Fariz pada Oktober 2020 silam.
Sedangkan mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang yang diperiksa sebagai saksi Rabu (19/ 3) merupakan partner Visi Law Office.
Febri dan Rasamala sempat menjadi kuasa hukum SYL dalam kasus pemerasan dan gratifikasi. Kasus ini sudah inkrah di mana SYL dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.
"Kami sedang menangani perkara TPPU-nya SYL. Di perkara TPPU itu tentu kita akan melacak ke mana saja uang yang dicurigai hasil tindak-tindak korupsi itu mengalir," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Kamis (20/3) petang.
"Nah, salah satunya karena Visi Law Office ini di-hire oleh SYL sebagai konsultan hukumnya, waktu itu ya penasihat hukumnya, nah kami menduga bahwa uang hasil tindak korupsi SYL itu digunakan untuk membayar, jadi kita cek ke situ," imbuhnya.
Dari penggeledahan di kantor Visi Law Office di Pondok Indah, Jakarta Selatan, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE).
Pada Jumat, 28 Februari 2025, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi SYL dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti.
Majelis hakim kasasi menghukum SYL untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 (Rp44 miliar) ditambah US$30.000 dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara.
Apabila tidak mampu membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana lima tahun penjara.
Perkara nomor: 1081 K/PID.SUS/2025 ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Yohanes Priyana dengan hakim anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono. Panitera Pengganti Setia Sri Mariana.
(fra/ryn/fra)