Febri Diansyah dan Ronny Talapessy Satu Kubu Bela Hasto PDIP, Dulu Lawan di Kasus Ferdy Sambo

5 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah ditunjuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai bagian dari tim hukum Hasto Kristiyanto. Febri akan bahu membahu bersama Ronny Talapessy untuk membela Hasto di persidangan dari tudingan terlibat suap dan merintangi hukum kasus Harun Masiku.

“Dalam kesempatan ini, saya ingin memperkenalkan tim penasihat hukum, yang akan mendampingi Pak Hasto Kristiyanto pada persidangan yang akan dimulai pada hari Jumat, 14 Maret 2025,” kata kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy dalam jumpa pers di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersatunya Febri dan Ronny ini menarik lantaran keduanya pernah menjadi lawan dalam kasus hukum pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Dalam kasus polisi tembak polisi pada 2022 itu, Brigadir J tewas dieksekusi rekan kerjanya, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E atas perintah atasannya, Ferdy Sambo.

Kala itu, Febri Diansyah bergabung dalam tim kuasa hukum Ferdy Sambo CS. Selain Febri, eks Tim Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang juga turut. Kepada Tempo, Febri mengatakan keputusannya tersebut merupakan pilihan profesional sebagai seorang advokat. Dia menekankan, di sisi lain Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandrawathi, sebagai tersangka memiliki hak-hak yang dijamin undang-undang.

“Saya akan mendampingi perkara Bu Putri secara objektif,” kata dia pada Rabu, 28 September 2022.

Febri mengaku diminta bergabung di tim kuasa hukum Putri Candrawathi dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sejak beberapa minggu sebelum keputusan tersebut. Setelah mempelajari perkaranya dan bertemu dengan Putri Candrawathi, Febri kemudian menyanggupi permintaan.

“Saya memang diminta bergabung di tim kuasa hukum perkara tersebut sejak beberapa minggu lalu,” kata Febri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 28 September 2022.

Sementara Rony menjadi kuasa hukum untuk Bharada E yang notebenenya menjadi rival Febri yang membela Ferdy dalam kasus itu. Rony menjadi pengacara Bharada E yang baru setelah mencabut kuasa pengacara sebelumnya, Deolipa Yumara dan Muh Burhanuddin. Dia mengatakan ditunjuk menjadi pengacara Bharada E per 10 Agustus 2022, bertepatan dengan surat pencabutan kuasa Deolipa dan Burhanuddin.

“Iya saya ditunjuk per 10 Agustus kemarin,” kata Ronny saat dihubungi Tempo, Jumat, 12 Agustus 2022.

Kilas balik kasus pembunuhan Brigadir J

Kasus ini terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 yang didalangi Ferdy Sambo, Kadiv Propam Polri saat itu. Pembunuhan berawal dari pengakuan Putri yang mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah. Naik pitam, Sambo melibatkan empat anak buah dan ajudannya untuk merencanakan pembunuhan.

Peristiwa pembunuhan kemudian dilakukan di rumah dinas Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta. Sambo menunjuk Bharada E selaku ajudannya sebagai eksekutor yang menembak Brigadir J sampai meninggal dunia. Atas pembunuhan ini, Sambo sebagai dalang sempat divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso, pada 13 Februari 2023.

Namun, dalam perjalanannya, Mahkamah Agung (MA) menerima permohonan kasasi Sambo dengan mengubah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Vonis tersebut dijatuhkan ketua majelis kasasi Suhadi dengan anggota Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana, tetapi tidak bulat.

“Anggota majelis 2, yaitu Jupriyadi, dan anggota majelis 3, yaitu Desnayeti, melakukan DO, dissenting opinion,” ucap Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Agung Sobandi setelah vonis kasasi dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, pada 8 Agustus 2023.

Sementara itu, Bharada E dalam pembacaan putusan medio Februari 2023 lalu, diganjar dengan vonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara. Dalam putusannya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan Bharada E terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana.

“Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di Ruang Sidang Utama Prof. H. Oemar Seno Adji PN Jaksel, Rabu 15 Februari 2023.

Dilansir dari Antara, pidana tersebut dikurangi masa tahanan yang telah dijalani Bharada E sebelum putusan pengadilan. Di samping itu, status Justice Collaborator atau JC Richard diterima atau dikabulkan. Majelis Hakim berpandangan meski Richard bukan pelaku utama. Dia juga dianggap telah membuat kasus pembunuhan terhadap Brigadir J menjadi terang benderang dengan kejujurannya.

Terkini, Bharada E tak lagi mendekam di penjara setelah menjalani cuti bersyarat (CB) sejak 4 Agustus 2023 sampai 31 Januari 2024. Usai kasus pembunuhan berencana Brigadir J, ia juga harus menghadapi sidang kode etik profesi Polri pada Rabu, 22 Februari 2023. Ia dinyatakan tetap menjadi anggota Polri dan dijatuhi hukuman administrasi berupa mutasi bersifat demosi selama satu tahun.

“Terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap dinas,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Jakarta, pada Rabu, 22 Februari 2023.

Sekilas tentang kasus Hasto Kristiyanto

Adapun KPK telah menahan Hasto Kristiyanto sejak Kamis, 20 Februari 2025 usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap dan perintangan hukum perkara Harun Masiku. Ia dinilai merintangi penyidikan dalam perkara yang melibatkan buron Harun Masiku. Sedangkan penetapan tersangkanya dilakukan pada 24 Desember 2024.

Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Dengan demikian, Harun dapat menggantikan Nazarudin Kiemas—caleg PDIP yang telah meninggal dunia—untuk menduduki kursi parlemen. Dalam perkara ini, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah Hasto, Harun Masiku, Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah. Dari jumlah tersebut, Wahyu, Saeful, dan Agustiani telah divonis dan menyelesaikan masa hukuman. Sementara itu, Donny ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan Hasto. Harun masih menghilang sejak OTT pada 2020.

Dalam pembacaan dakwaan Jumat kemarin, JPU KPK Wawan Yunarwanto menyebut Hasto menghalangi penyidikan dengan cara memerintah Harun Masiku melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik harun ke dalam air. Perintah ini diberikan Hasto setelah mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkena OTT. Perbuatan Hasto dianggap menghalangi penyidikan perkara.

“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” ucap penuntut umum dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 13 Maret 2025.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan Donny, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020. Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW).

Namun, tim hukum Sekretaris Jenderal PDIP itu menyampaikan keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat itu. Salah satu kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, memberikan catatan ihwal pemakaian Pasal 21 UU Tipikor untuk perkara yang menjerat kliennya. Menurut Febri, dakwaan terhadap Hasto itu tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

“Pasal 21 UU Tipikor ini kan obstruction of justice, yang mana ranahnya mulai dari penyidikan, penuntutan dan persidangan. Tetapi tadi ada peristiwa sebelum sprindik terbit, itu sudah dikategorikan sebagai obstruction of justice. Jadi ada tafsir yang salah kaprah,” kata Febri kepada awak media seusai sidang, Jumat, 14 Maret 2025.

Febri menyatakan akan mengkaji pemakaian pasal yang salah dalam proses hukum Hasto Kristiyanto itu. Pihaknya bakal memuat catatan ini pada dokumen keberatan di persidangan selanjutnya. “Kami masukan pada dokumen keberatan nanti. Kami juga akan challenge sedetail mungkin,” ujar mantan Juru Bicara KPK itu.

Alif Ilham Fajriadi, Vedro Imanuel Girsang, Mutia Yuantisya, Nandito Putra, dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |