Jakarta, CNN Indonesia --
Advokat dari Diansyah & Partner Law Firm, Febri Diansyah membenarkan adiknya Fathroni Diansyah dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) hari ini, Senin (24/3).
Namun, kata Febri, Fathroni sudah berkirim surat ke penyidik KPK untuk meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Info yang disampaikan, tadi pagi ia sudah kirim surat ke KPK yang intinya menghormati panggilan sebagai saksi tersebut namun meminta penjadwalan ulang karena surat baru diterima H-1 pada hari Minggu dan ada beberapa kegiatan lain hari ini," ujar Febri saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (24/3).
Ia menjelaskan salah satu kegiatan Fathroni hari ini adalah rapat bersama tim analis dan tim pendukung pendampingan hukum perkara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto selaku terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan. Fathroni masuk ke dalam tim tersebut.
Sementara itu, terhadap kasus SYL, Febri menjelaskan adiknya itu sempat menjalankan tugas magang advokat di Visi Law Office- kantor hukum yang didirikannya bersama aktivis antikorupsi Donal Fariz pada Oktober 2020 silam.
Duo Diansyah itu bersama juga partner Visi Law Office yang merupakan mantan pegawai KPK yakni Rasamala Aritonang sempat menjadi pengacara SYL baik di tahap penyelidikan maupun penyidikan kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
"Fathroni Diansyah adalah adik kandung saya. Saat pendampingan hukum kasus SYL, dia sedang menjalankan tugas magang Advokat di Visi Law Office. Barulah sejak akhir 2024 ini, kami mendirikan Diansyah and Partner Law Firm," ucap Febri.
Penyidik KPK beberapa waktu lalu sudah menggeledah kantor hukum Visi Law Office di Pondok Indah, Jakarta Selatan, untuk mencari dan memperkuat bukti kasus dugaan pencucian uang SYL.
Dari sana, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE) diduga terkait dengan perkara yang sedang disidik.
SYL telah divonis bersalah atas kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Ia dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.
Pada Jumat, 28 Februari 2025, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi SYL dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti.
Majelis hakim kasasi menghukum SYL untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 (Rp44 miliar) ditambah US$30.000 dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara.
Apabila tidak mampu membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana lima tahun penjara.
Perkara nomor: 1081 K/PID.SUS/2025 ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Yohanes Priyana dengan hakim anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono. Panitera Pengganti Setia Sri Mariana.
(fra/ryn/fra)