Hamas Terima Usulan Baru Gencatan Senjata Gaza, Israel Menolak

1 day ago 13

TEMPO.CO, Jakarta -Kelompok pejuang Palestina Hamas menyatakan telah menerima proposal gencatan senjata Gaza baru dari mediator Mesir dan Qatar pada Sabtu, 29 Maret 2025. Namun, Israel menolak dan justru membuat proposal balasan dalam "koordinasi penuh" dengan mediator ketiga, Amerika Serikat.

Dilansir dari Arab News, Mesir pada awal pekan lalu mengajukan proposal untuk mengembalikan gencatan senjata yang bermasalah itu ke jalurnya. Langkah itu menyusul dimulainya kembali pertempuran secara mengejutkan oleh Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak segera jelas apakah proposal itu berubah sebelum Khalil Al-Hayyah, pemimpin Hamas di Gaza, mengumumkan bahwa proposal itu telah diterima.

Pada awal pekan, seorang pejabat Mesir menjelaskan proposal itu kepada The Associated Press bahwa Hamas akan membebaskan lima sandera yang masih hidup, termasuk seorang warga Amerika-Israel, dari Gaza.

Ini sebagai imbalan jika Israel mengizinkan bantuan masuk ke wilayah itu dan jeda pertempuran selama seminggu.

Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk memberi tahu media tentang pembicaraan tertutup itu.

Pada Sabtu lalu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak memberikan perincian tentang usulan balasan Israel, yang disebut diajukan setelah Netanyahu mengadakan konsultasi pada Jumat lalu. 

Israel pada satu setengah pekan lalu mengakhiri gencatan senjata dengan Hamas dengan meluncurkan gelombang serangan mendadak yang menewaskan ratusan orang. Gedung Putih menyalahkan Hamas atas pertempuran yang kembali terjadi.

Israel telah berjanji untuk meningkatkan perang hingga Hamas mengembalikan 59 sandera yang masih ditawannya, sebanyak 24 di antaranya diyakini masih hidup. 

Selain itu, Israel juga ingin Hamas menyerahkan kekuasaan, melucuti senjata, dan mengirim para pemimpinnya ke pengasingan. Pada Sabtu lalu, Israel memperluas operasi daratnya di kota Rafah, selatan Gaza, dekat perbatasan dengan Mesir.

Hamas mengatakan bahwa mereka hanya akan membebaskan tawanan yang tersisa dengan imbalan tahanan Palestina, gencatan senjata yang langgeng, dan penarikan Israel dari Gaza.

Frustrasi karena ancaman terhadap para sandera yang tersisa di Gaza, sejumlah orang, termasuk keluarga, berkumpul lagi pada Sabtu malam untuk menyerukan kesepakatan yang akan membawa semua orang pulang.

“Harga perang Anda adalah nyawa para sandera!” teriak beberapa pengunjuk rasa di Tel Aviv. Perkelahian kecil terjadi dengan polisi.

“Perang tidak akan membawa sandera kami pulang, perang akan membunuh mereka,” kata Naama Weinberg, sepupu sandera yang telah meninggal, Itay Svirsky, dalam pertemuan mingguan keluarga di Tel Aviv.

Genosida di Gaza dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel, di mana sekitar 1.200 orang tewas dan menculik 251 orang. Sejumlah korban tewas itu diakui mantan Menhan Israel Yoav Gallant akibat Arahan Hanibal, sebuah perintah untuk membunuh warga Israel daripada mereka disandera kelompok Palestina. 

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 50.200 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. 

Pengeboman dan operasi darat Israel telah menyebabkan kerusakan besar. Sekitar 90 persen dari populasi Gaza yang berjumlah lebih dari 2 juta orang akibatnya mengungsi.

Awal bulan ini, Israel kembali memutus semua pasokan ke Gaza untuk menekan Hamas agar menerima persyaratan baru untuk gencatan senjata yang dimulai pada pertengahan Januari.

Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menolak memasuki negosiasi fase kedua gencatan senjata, yang seharusnya dimulai pada awal Februari. 

Berdasarkan perjanjian tersebut, fase kedua dimaksudkan untuk membebaskan 24 sandera yang masih hidup, mengakhiri perang, dan militer Israel menarik diri sepenuhnya dari Gaza.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |