TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan saksi ahli yang meringankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saksi ahli itu diminta diperiksa saat proses penyidikan.
Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy mengatakan, total ada tiga saksi ahli yang diajukan ke KPK. Ketiganya merupakan akademisi, dua ahli hukum pidana dan satu ahli hukum tata negara. "Surat permohonan menghadirkan ahli meringankan telah disampaikan ke KPK siang ini. Terdapat tiga orang ahli," kata Ronny melalui keterangan resminya, Selasa, 4 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun ketiga ahli hukum itu berasal dari Universitas Negeri Surabaya, Universitas Veteran Jakarta, dan Universitas Islam Indonesia. Menurut Ronny, pengajuan pemeriksaan ahli yang meringankan dalam tahap penyidikan ini adalah hak tersangka sebagai mana diatur dalam ketentuan pasal 65 KUHAP. "Ya, jadi setelah kami membahas di tim PH dan sejalan dengan apa yang disampaikan mas Hasto, maka diputuskan hak tersangka sebagaimana diatur pada Pasal 65 KUHAP tersebut, kami gunakan," kata Ronny.
Ronny pun mengingatkan KPK agar patuh pada KUHAP dan menghormati hak-hak tersangka yang sudah ditegaskan di Undang-undang tersebut. "Jangan sampai KPK menghalalkan segala cara dan melanggar aturan yang berlaku dan menangani perkara ini secara tergesa-gesa," kata Ronny.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus pelarian eks kader PDIP Harun Masiku. Hasto ditengarai sebagai pihak pemberi suap untuk mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, selain Hasto Kristiyanto, lembaga antirasuah juga menetapkan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka dalam kasus suap Harun Masiku. Donny merupakan anggota tim hukum PDI Perjuangan.
Setyo mengatakan, keterlibatan Donny dalam kasus suap itu sebagai orang kepercayaan Hasto untuk memberikan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. "HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Tio," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Setyo mengatakan, selain menyerahkan uang suap Hasto juga bekerjasama dengan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik lndonesia No.57P/HUM/2019 tanggai 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU soal penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024 mengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. "HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk meloby anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumsel, padahal Harun dari Sulawesi Selatan," kata Setyo.
Lebih jauh, Setyo mengungkapkan, antara Hasto, Donny dan Saeful Bahri menyuap Wahyu dengan bantuan Agustina Tio Fridelina sebesar SGD 19 ribu dan SGD 38.350 pada 16 hingga 23 Desember 2019. "Atas perbuatan tersebut, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/153/DlK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 oleh tersangka HK dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/154/DlK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 oleh tersangka DTI," kata Setyo.
Setyo mengatakan, Hasto dan Donny melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain kasus suapnya, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan atau obstruction of justice, karena membantu pelarian Harun Masiku. "Pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nurhasan menelpon Harun Masiku supaya merendam HPnya dalam air dan segera melarikan diri," kata Setyo.
Dalam kasus perintangan penyidikan, Setyo mengatakan, Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.