Isu Pertamax Oplosan, antara Permintaan Maaf Pertamina dan Rencana Gugatan Class Action

5 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Kejaksaan Agung bahwa tersangka pelaku dugaan korupsi tata kelola minyak di Pertamina 'mengoplos' bensin RON 90 untuk menghasilkan Pertamax (RON 92) menimbulkan kemarahan masyarakat.

Meski Pertamina berkali-kali menyatakan Pertamax yang dijual di SPBU di seluruh Indonesia sudah memenuhi standar yang ditetapkan Kementerian ESDM, kemarahan publik tak kunjung surut. Bahkan sejumlah warga sedang menyiapkan gugatan class action melawan Pertamina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah panasnya kabar tentang Pertamax 'oplosan' ini, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan permohonan maaf atas keresahan masyarakat yang diakibatkan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

“Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” ujar Simon dalam konferensi pers yang digelar di Grha Pertamina, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.

Simon menyatakan bahwa Pertamina meyakini dan menyadari kejadian tersebut membuat resah masyarakat.

Atas keresahan itu, ia menegaskan komitmen Pertamina untuk memperbaiki tata kelola Pertamina menjadi lebih baik dan menghadirkan bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas yang sesuai dengan ketentuan pemerintah.

“Kami akan membenahi diri, kami akan memperbaiki diri,” kata Simon.

Dalam kesempatan tersebut, Simon juga menyampaikan bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap 75 sampel BBM Pertamina, dinyatakan bahwasanya kualitas BBM Pertamina sudah sesuai standar.

“Hasil itu tentunya mendorong kami untuk terus melakukan pendampingan atau pun melakukan uji di seluruh SPBU Pertamina yang berada di seluruh wilayah Nusantara,” ucapnya.

Pernyataan tersebut ia sampaikan menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada anak usaha PT Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

Modus tersebut lantas memantik kekhawatiran masyarakat akan kualitas BBM RON 92 SPBU Pertamina.

Lemigas pun melakukan uji sampel pada BBM Pertamina, dan menyatakan bahwa seluruh sampel bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang diuji memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah.

Sampel yang diuji berasal dari berbagai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang Selatan, serta Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang.

Rencana Class Actiton

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok mengatakan, apabila dugaan pengoplosan minyak RON 90 Pertalite menjadi RON 92 Pertamax terbukti benar, maka hal ini mencederai dan  menyebabkan hak konsumen dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah jelas terpinggirkan.

“Yang mana hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,” ujar Mufti di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Terkait kerugian yang dialami konsumen, Ia menjelaskan, konsumen/masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Adapun, salah satu gugatan yaitu dapat secara bersama-sama (class action) karena mengalami kerugian yang sama.

Bahkan, secara UU, pemerintah/ instansi terkait pun dapat turut serta melakukan gugatan karena kerugian yang besar dan korban yang tidak sedikit.

BPKN mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku.

Pihaknya juga meminta Pertamina untuk bersikap transparan dalam memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada konsumen mengenai kualitas produk bahan bakar yang dijual, dan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen akibat dugaan praktik pengoplosan.

Selain itu, juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan distribusi bahan bakar untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

“BPKN siap membuka diri bagi konsumen yang ingin melaporkan atau berkonsultasi terkait masalah ini. Kami siap memberikan pendampingan dan membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya,” ujar Mufti.

Apabila dugaan kasus ini benar, maka konsumen dijanjikan RON 92 Pertamax dengan harga yang lebih mahal, tetapi malah mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah.

“Selain itu juga merampas hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,” ujarnya.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima ratusan aduan masyarakat mengenai dugaan Pertamax oplosan. LBH Jakarta membuka posko pelaporan untuk orang-orang yang merasa menjadi korban kasus dugaan korupsi pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di lingkungan PT Pertamina (Persero) itu sejak Rabu pekan lalu, 26 Februari 2025.

Dalam satu pekan terakhir, LBH Jakarta menerima laporan tersebut secara daring dan luring. "Kami sudah menerima 590 laporan," kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan melalui pesan singkat pada Selasa, 4 Maret 2025.

LBH Jakarta akan membuka posko pengaduan mereka hingga Rabu, 5 Maret 2025 pukul 23.59 WIB. Masyarakat masih bisa mengisi formulir pengaduan mereka melalui tautan ini.

Nantinya, LBH Jakarta akan melakukan analisis terhadap laporan yang telah mereka terima. Analisis tersebut mereka lakukan bersama organisasi masyarakat sipil dan lembaga studi lain seperti Center of Economic and Law Studies (Celios).

Apabila pengoplosan itu terbukti benar, LBH Jakarta akan menjembatani masyarakat untuk memulihkan hak mereka atas kerugian dari tindak rasuah para bos di Pertamina itu. “Ini kan bukan cari sensasi, demi cari kebenaran dan dorong keadilan,” ujar Fadhil.

Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor KPK Geledah Kantor Pemkab Musi Banyuasin, Usut Dugaan Korupsi Proyek Infrastruktur

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |