TEMPO.CO, Jakarta - Pagar laut sepanjang 3,3 kilometer dengan lebar area 70 meter yang membentang di perairan Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat akhirnya dibongkar pada Selasa, 11 Februari 2025 lalu. Kala itu, pembongkaran pagar laut di Bekasi tersebut diperkirakan bakal rampung dalam sepuluh hari pengerjaan.
“Tadi mulai dibongkar pukul 10.00 WIB. 10 hari ke depan selesai,” kata Kuasa Hukum PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) Deolipa Yumara saat itu di Kabupaten Bekasi, dikutip Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, dua bulan berselang, terungkap bahwa ternyata pembongkaran pagar laut berpolemik tersebut belum sepenuhnya rampung. Keberadaannya masih dikeluhkan nelayan setempat. Jejeran ribuan bambu itu masih membentang di lautan, tidak memberikan celah bagi kapal nelayan kecil untuk melintas menuju laut lepas.
“Pembongkaran waktu itu cuma di bagian dekat daratan reklamasi saja. Itu juga cuma seremonial, setelah itu berhenti,” kata nelayan setempat Muhammad Ramli, 42 tahun, di Paljaya, Kabupaten Bekasi, Ahad, 13 April 2025, dikutip Antara.
Kilas Balik Pembongkaran Pagar Laut di Bekasi
Adapun pagar laut di perairan Bekasi merupakan jejeran batang bambu sepanjang 3,3 kilometer dengan lebar area 70 meter yang membentang di perairan di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya. Pagar laut ini membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan hamparan perairan di tengahnya mirip sungai.
Pagar laut ini milik dua perusahaan swasta, PT TRPN dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Pagar ini dibuat untuk penataan alur Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang sedang dibangun, hasil kerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemerintah Provinsi atau Pemprov Jawa Barat.
Tapi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pagar laut itu tak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP kemudian menetapkan PT TRPN sebagai pihak bersalah karena melakukan reklamasi ilegal.
Pemasangan pagar tersebut dinilai terbukti berdampak negatif terhadap ekosistem laut, mempersempit area penangkapan ikan, merugikan nelayan dan pembudidaya, serta mengganggu operasional PLTU Banten 03 dan PLTGU Muara Tawar Bekasi. KKP kemudian menetapkan sanksi administratif kepada PT TRPN, termasuk pencabutan pagar bambu.
Selain sanksi pembongkaran, sanksi lainnya berupa teguran tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan dokumen persetujuan, pembatalan dokumen persetujuan, hingga keharusan untuk memulihkan fungsi ruang laut.
Pembongkaran pagar laut sepanjang 3,3 kilometer di perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, kemudian dimulai pada Selasa, 11 Februari 2025. Pembongkaran ini dilakukan secara mandiri oleh PT TRPN dan ditargetkan rampung dalam 10 hari.
“Kami gunakan ekskavator dan alat berat,” kata Deolipa Yumara, kepada wartawan di Bekasi.
Deolipa Yumara juga mengatakan pembongkaran pagar laut sepanjang 3,3 kilometer ini dilakukan dengan kesadaran bahwa pihaknya telah melakukan pelanggaran perizinan dalam pemanfaatan ruang laut dan reklamasi di wilayah tersebut. Pihaknya mengatakan kliennya mengaku bersalah.
“Memang seperti yang disampaikan Pak Dirjen (Direktur Jenderal PSDKP Pung Nugroho) bahwa kami salah, kami keliru dalam menerapkan hukum, undang-undang, dan perizinan. Jadi sekarang setelah ini kami bongkar, kami rapikan lagi,” kata Deolipa.
Adapun pembongkaran pagar laut itu diawasi oleh KKP. Direktur Jenderal PSDKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, pihaknya akan mengawasi pembokaran pagar hingga selesai. “Kami mengawasi setiap hari,” kata Pung di lokasi. “Ya harus dibongkar semua. Denda juga ada,” imbuhnya.
Pagar Laut di Bekasi Belum Dibongkar Sepenuhnya
Pantauan terkini oleh Antara, deretan batang bambu milik PT TRPN dan PT MAN itu ternyata belum dibongkar sepenuhnya. Menurut Ramli, meski ada bagian pagar yang sudah dibongkar, namun sebagian besar masih berdiri kokoh. Hal ini membuat aktivitas melaut belum dapat berjalan normal.
“Masih sulit, belum bisa maksimal cari ikan. Saya berharap gubernur turun tangan meninjau kondisi di lapangan. Tolong Kang Dedi (Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi) bantu kami, supaya laut ini bisa kembali seperti dulu lagi,” kata pria yang berprofesi sebagai nelayan ini.
Sementara itu, Deolipa Yumara mengaku kliennya menghentikan proses pembongkaran pagar laut dengan alasan pagar-pagar bambu itu merupakan barang bukti penyelidikan yang sedang dilakukan Bareskrim Polri. Pihaknya mengatakan pembongkaran akan dilanjutkan setelah proses hukum rampung.
“Kalau dibongkar semua, bisa menghilangkan barang bukti. Jadi kami tunggu proses hukum selesai dulu,” kata kuasa hukum PT TRPN ini.
Kasus pagar laut Bekasi masih bergulir terkait dugaan adanya pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik dalam 93 sertifikat hak milik. Perkara ini dilaporkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Terkini, Dittipidum Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang tersangka sebagaimana diumumkan pada Kamis, 10 April 2025. Penetapan tersangka ini setelah penyidik memeriksa sekitar 40 orang saksi dalam kasus ini. Selain itu, penyidik juga telah mendapatkan bukti-bukti dari laboratorium forensik terkait sertifikat tanah yang diduga diubah objek maupun subjeknya.
“Dari hasil gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, kemudian dari wassidik, dari penyidik madya, kami sepakat menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, dikutip Antara.
Adi Warsono dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.