TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan Kepala Desa atau Kades Kohod, Arsin, sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berkaitan dengan pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
“Kita menetapkan Saudara A (Arsin) selaku Kades Kohod,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Arsin, penyidik juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu UK yang menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE yang berperan sebagai penerima kuasa.
Djuhandhani mengungkapkan bahwa keempatnya diduga telah bekerja sama dalam pembuatan serta penggunaan dokumen palsu, seperti girik, surat pernyataan penguasaan fisik tanah, surat pernyataan tidak adanya sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod, serta berbagai dokumen lain yang dibuat oleh Kades dan Sekdes Kohod sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Polri Ungkap Motif Tersangka Pemalsuan SHGB-SHM
Dittipidum Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa motif utama di balik pemalsuan SHGB dan SHM dalam kasus pagar laut Tangerang yang dilakukan oleh empat tersangka adalah faktor ekonomi.
"Kalau kita berbicara motif, saat ini kita terus mengembangkan. Yang jelas, tentu saja ini terkait dengan ekonomi. Ini yang terus kami kembangkan," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.
Jenderal bintang satu itu mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaksanakan konfrontasi antara Kades Kohod, Sekdes Kohod, dan penerima kuasa.
Selama proses tersebut, para tersangka saling melempar jawaban ketika penyidik menanyakan perihal uang yang diterima dari pemalsuan sertifikat tersebut. Akibatnya, penyidik menyimpulkan bahwa motif utama dari tindakan ilegal ini adalah keuntungan finansial.
"Di sini terjadi saling melempar uangnya. Yang ini berasal dari sini, ini dari sini. Berputar-putar di antara mereka bertiga sehingga dari situ kami sudah bisa menyimpulkan kira-kira dari mereka itulah yang berusaha mencari keuntungan dari masalah ini," ucapnya.
Meski demikian, Djuhandhani menyatakan bahwa jumlah pasti uang yang diterima oleh keempat tersangka masih dalam proses penyidikan.
LBH Muhammadiyah Duga Kades Kohod Terima Rp 23,3 miliar
Sementara itu, Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, menduga bahwa Kades Kohod memperoleh keuntungan sebesar Rp23,2 miliar dari penerbitan sertifikat palsu untuk lahan pagar laut.
"Dia (Arsin) diduga mendapat 20.000 ribu/meter di kali kan dengan 116 hektare, maka total sekitar Rp23,2 miliar. Jadi sudah banyak sekali, maka wajar kalau kekayaan dia melesat jadi orang kaya baru di awalnya Kohod, tadinya bukan siapa-siapa," ujar Gufroni di Tangerang, Selasa.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data dan informasi yang ada, Arsin diduga telah terlibat dalam praktik pemalsuan SHM dan SHGB sejak 2020.
Dalam pelaksanaan proyek pemalsuan dokumen tanah atau girik untuk SHGB dan SHM, Arsin diduga bekerja sama dengan oknum dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (KemenATR/BPN).
"Yang kita pastikan girik-girik palsu dibuat dengan menggunakan materai lama, surat sekdes lama. Jadi jangan beranggapan dia korban. Tidak mungkin karena Arsin yang paling aktif mengurus surat-surat itu," katanya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selama proses penerbitan sertifikat terhadap 180 bidang tanah yang dilakukan oleh Kades Kohod, ia menerima imbalan sebesar Rp1,5 juta per meter. Setelah sertifikat SHGB atau SHM diterbitkan, nilai pembayaran meningkat menjadi Rp20 juta per meter.