Kata Pengamat soal Instruksi Megawati: Dari Langkah PDIP Menuju Oposisi hingga Ingin Diperhitungkan

16 hours ago 7

KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan para kepala daerah dari partainya menunda perjalanan menuju retret di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, yang berlangsung pada 21-28 Februari 2025. Instruksi itu sebagai respons dari penangkapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Instruksi Megawati tersebut tertuang dalam Surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 tertanggal Kamis, 20 Februari 2025. “Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025. Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” tulis Megawati dalam surat itu.

Megawati juga memerintahkan ratusan kepala daerah PDIP tetap aktif berkomunikasi dengan DPP PDIP untuk menunggu perkembangan berikutnya terkait perkembangan politik nasional. “Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call.

Instruksi Megawati tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari pengamat politik dan pakar hukum tata negara.

Ray Rangkuti: Instruksi Megawati Langkah Menuju Oposisi

Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, mengatakan instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada para kepala daerah yang diusung partainya untuk menunda perjalanan mengikuti retret di Akmil Magelang dapat dimaknai sebagai pernyataan untuk cenderung melangkah ke arah oposisi. “Jika dalam 100 (hari) kerja Prabowo, geliat oposisi masih moderat, maka kebijakan menarik kader mereka dari retret adalah pernyataan terbuka untuk oposisi keras PDIP,” kata Ray saat dihubungi dari Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Ray menuturkan langkah ini tak hanya sekadar disebabkan oleh penahanan Hasto oleh KPK atas perannya dalam perkara dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan. 

Dia menilai Presiden Prabowo Subianto sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra sudah seperti mengumumkan perpisahan pemerintah dengan PDIP. Sebab, kata dia, dalam acara rapat kerja nasional Gerindra, Prabowo menyanjung Jokowi dan menyatakan tidak semua partai harus dalam satu barisan pemerintah. “Pidato dan teriakan hidup Jokowi ini seperti isyarat keras Prabowo bahwa pemerintahan Prabowo lebih memilih berkoalisi dengan Jokowi dibanding dengan PDIP,” ujarnya.

Karena itu, menurut Ray, sikap PDIP yang sekarang merupakan respons atas pernyataan posisi Prabowo terhadap PDIP.

Hendri Satrio: Instruksi Megawati Berpotensi Bikin Kepala Daerah dari PDIP Tak Tegak Lurus dengan Prabowo

Analis komunikasi politik, Hendri Satrio, merespons instruksi Megawati kepada kepala daerah yang diusung PDIP tersebut. Dia membeberkan dua potensi dampak yang bisa ditimbulkan terhadap situasi negara dan politik saat ini. 

Pertama, kata dia, instruksi Megawati itu berpotensi membuat kepala daerah usungan PDIP tidak tegak lurus dengan Presiden Prabowo. Kedua, dia menilai surat larangan tersebut berpotensi membuat para kepala daerah asal PDIP pindah partai politik dengan mengatasnamakan rakyat.

Dia mengatakan kepala daerah itu kemungkinan akan merasa mereka bisa menjadi kepala daerah lantaran rakyat yang memilihnya. “Apakah PDI Perjuangan sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka? Itu yang patut jadi sorotan,” ucapnya.

Hendri mengingatkan PDIP harus berhati-hati dalam menyikapi situasi ini agar tidak menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat. “Jangan sampai disalahartikan oleh rakyat bahwa PDI Perjuangan sedang melakukan perlawanan terhadap negara atau tidak mengikuti arahan Kepala Negara,” tuturnya.

Untuk itu, dia memandang perlu PDIP memberikan penjelasan lebih terperinci mengenai maksud dan tujuan dari surat instruksi larangan para kepala daerahnya mengikuti retret itu. “Kepala daerah itu kan sudah jadi pejabat publik, dipilih oleh rakyat, bukan sebagai kader partai. Jadi, kalau ada surat dari partai yang melarang mereka hadir di acara negara, menurut saya, PDI Perjuangan harus menjelaskan lebih lanjut,” katanya.

Menurut dia, penjelasan dari PDIP itu perlu untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan langkah partai tersebut tak dipandang sebagai bentuk konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah. Karena itu, dia menggarisbawahi pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik dengan status mereka sebagai kader partai. 

Dia juga meminta pemerintah memberikan penjelasan perihal sifat acara retret tersebut demi mencegah kebingungan di tengah masyarakat, karena hingga kini belum ada kejelasan apakah acara tersebut bersifat wajib atau tidak. “Pemerintah sebaiknya menjelaskan agar ini tidak bikin gaduh satu Indonesia,” kata dia.

Caroline Paskarina: Sikap Megawati Tunjukkan PDIP Ingin Diperhitungkan

Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Caroline Paskarina menilai sikap Megawati yang memerintahkan kepala daerah dari PDIP menunda mengikuti retret menunjukkan PDIP masih ingin diperhitungkan dalam konstelasi kekuasaan saat ini. “Sikap ini jelas menunjukkan bahwa PDIP masih ingin diperhitungkan dalam konstelasi kekuasaan saat ini,” kata Caroline saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Jumlah kepala daerah yang dilantik Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025, adalah 961 orang. Sedangkan kepala daerah dari PDIP yang mengikuti arahan Megawati di sekolah partai sehari sebelumnya mencapai 177 orang.

Caroline mengatakan jumlah kepala daerah dari partai berlambang banteng moncong putih itu dapat meningkatkan kekuatan partai itu apabila respons publik terhadap kebijakan dan kinerja pemerintah saat ini melemah. “Artinya, ini menjadi semacam investasi politik ke depan untuk menunjukkan eksistensi PDIP,” ujarnya.

Khairul Fahmi: Instruksi Megawati Tak Akan Ciptakan Disharmoni Pemerintahan

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Padang, Khairul Fahmi, mengatakan instruksi Megawati kepada kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti pembekalan tak akan menciptakan disharmoni antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Saya rasa ini (larangan mengikuti retret) tidak akan menimbulkan hubungan kurang baik atau disharmoni antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” kata dia di Padang, Jumat.

Dia menegaskan setiap pemerintah daerah memiliki wewenang, termasuk hubungan dengan pemerintah pusat diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Konstitusi menjamin bahwa gubernur, bupati, dan wali kota adalah kepala pemerintahan otonom dan semua wewenang itu ada di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar dia.

Mengenai instruksi Megawati tersebut, Fahmi menilai hal itu sepenuhnya merupakan wewenang atau sikap politik partai. Dia meyakini Megawati sebagai ketua umum partai mempunyai sejumlah pertimbangan atau alasan.

Hammam Izzuddin dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Ramai Respons soal Band Sukatani Tarik Lagu tentang Polisi

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |