Kejagung Tak Menjawab Rinci soal Ada Selisih Rp 63 Miliar Kerugian Negara dalam Dakwaan Tom Lembong

1 day ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa menuding mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong merugikan keuangan negara sejumlah Rp 515 miliar yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar dalam kasus ini. Lewat skema impor gula periode 2015–2016 yang merugikan negara sejumlah Rp 578,1 miliar, Rp 515,4 miliar mengalir ke kantong sepuluh pengusaha.

JPU mendakwa Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578,1 miliar). Ini berdasarkan laporan BPKP, yaitu "Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai 2016" berwarkat 20 Januari 2025.

Tom juga didakwa memperkaya orang lain atau korporasi sebesar Rp 515.408.740.970,36 (Rp 515,4 miliar). Angka tersebut merupakan bagian dari keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar. Namun, Jaksa dalam surat dakwaannya tidak menjelaskan sisa kerugian Rp 62,7

Lantas, ke mana sisa Rp 63 miliar?

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar tak memberi jawaban rinci. “Kita ikuti persidangannya ya. JPU nanti akan membuktikannya karena uang yang sudah disita kan ada Rp 565 miliar dan itu ada perhitungannya dari mana,” kata Harli kepada Tempo saat dihubungi Jumat, 7 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dinukil dari surat dakwaan Tom Lembong, kerugian keuangan negara sebanyak Rp 578,1 miliar itu berasal dari dua hal. Pertama, dari kemahalan harga yang dibayarkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) dalam pengadaan gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar. Kedua, dari kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Jaksa menyebut Lembong menerbitkan izin impor gula kristal mentah (GKM) tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi antar-kementerian. Kebijakan ini melanggar aturan perdagangan dan pangan. 

Selain itu, jaksa menduga adanya pengaturan harga antara pengusaha gula dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Skema ini membuat harga gula melambung di atas Harga Patokan Petani (HPP). Para pengusaha gula menikmati keuntungan besar, sementara negara menanggung rugi.

Lembong juga diduga menugaskan koperasi seperti Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR) dan Induk Koperasi Kepolisian (INKOPPOL) untuk mengelola distribusi gula, alih-alih menunjuk BUMN sebagaimana ketentuan yang berlaku. Dalam dakwaan, jaksa menyebut penunjukan koperasi ini menjadi celah bagi praktik permainan harga dan penyalahgunaan kuota impor.

Dari total kerugian negara Rp 578,1 miliar, jaksa mengungkap bahwa Rp 565 miliar telah disita penyidik. Namun, detail ke mana larinya sisa Rp 63 miliar masih menjadi tanda tanya besar. Jaksa berjanji akan mengurai perhitungan ini dalam sidang mendatang.

Perhitungan tersebut berdasarkan "Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai 2016" nomor PE.03/R/S-51/D5/01/2025 berwarkat 20 Januari 2025. Laporan itu dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Secara rinci, Tom Lembong didakwa memperkaya pihak-pihak berikut yaitu:

1. Memperkaya Tony Wijaya Ng melalui PT Angels Products sebesar Rp 144.113.226.287,05 (Rp 144,11 miliar). Ini diperoleh dari kerja sama impor gula PT Angels Products dengan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI;

2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp 31.190.887.951,27 (Rp 31,19 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Makassar Tene dengan Inkoppol dan PT PPI;

3. Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp 36.870.441.420,95 (Rp 36,87 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan Inkoppol dan PT PPI;

4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp 64.551.135.580,81 (Rp 64,55 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan Inkoppol dan PT PPI;

5. Memperkaya Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp 26.160.671.773,93 (Rp 26,16 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan Inkoppol dan PT PPI;

6. Memperkaya Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp 42.870.481.069,89 (Rp 42,87 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Andalan Furnindo dengan Inkoppol dan PT PPI;

7. Memperkaya Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar International sebesar Rp 41.226.293.608,16 (Rp 41,22 miliar) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Duta Sugar International dengan PT PPI;

8. Memperkaya Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp 74.583.958.290,80 (Rp 74,58 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan Inkoppol, PT PPI, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai TNI-Polri/Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (SKKP TNI–Polri/Puskoppol);

9. Memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp 47.868.288.631,27 (Rp 47,86 miliar) yang diperoleh dari kerja sama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI;

10. Memperkaya Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp 5.973.356.356,22 (Rp 5,97 miliar) yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan Inkoppol.

JPU mengatakan, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015 hingga 2016 telah menerbitkan 21 persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilitas harga gula kepada 10 pengusaha di atas. Jaksa menilai, penerbitan persetujuan impor itu tanpa disertai rekomendasi Kementerian Perindustrian.

Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |