Kisah Naga yang Batal Dipentaskan pada Cap Go Meh 1963, Kini Terpajang di Babah Koffie Jakarta

2 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Seekor naga berwarna emas dan dan merah di langit-langit Babah Koffie House of Tugu Jakarta, Kota Tua Jakarta, mencuri perhatian. Bukan hanya karena warnanya yang mencolok, tetapi juga ukurannya yang luar biasa. Naga itu tergantung meliuk-liuk di antara pohon-pohon yang dicat putih dan pilar gedung tua. Ekornya berada di dekat pintu masuk, sementara kepalanya di dalam. Matanya menyala hijau. Mulutnya terbuka dengan lampu menyala seolah mengeluarkan api.

Naga itu punya sejarah yang panjang. Dalam keterangan yang dituliskan pada papan di bawahnya, naga sepanjang 26,5 meter itu dibuat untuk perayaan Cap Go Meh 1963 di Glodok dan Kali Besar di Kota Tua Jakarta. Pembuatannya diprakarsai oleh pewaris Oei Tiong Ham, pengusaha dari Semarang yang juga pendiri salah satu perusahaan gula terbesar di dunia di masa Hindia Belanda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Naga sepanjang 26,5 meter ini dipersiapkan untuk perayaan Tsap Go Meh di Kota Tua Jakarta, sebuah acara besar yang direncanakan untuk menandai 100 tahun Kian Gwan & Co pada 1963," demikian keterangan yang tertulis dalam bahasa Inggris itu. 

Naga Batal Dipentaskan

Kian Gwan merupakan kongsi dagang yang didirikan Oei Tjie Sien pada 1863, ayah Oei Tiong Ham. Setelah diambil alih Oei Tiong Ham, kongsi dagang itu kemudian berkembang menjadi Oei Tiong Ham Concern (OTHC), konglomerat multinasional pertama di Asia Tenggara. 

Namun, sebelum naga itu dipertontonkan dalam perayaan, sebuah tragedi terjadi pada keluarga itu pada 1961. Seluruh aset keluarga disita pemerintah karena perusahaan terjerat masalah. OTHC diambil alih oleh BUMN, aset-aset terbesarnya kini menjadi modal bisnis tebu PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). 

Lalu bagaimana nasib naga raksasa itu? "Pertunjukan naga Tsap Go Meh pun dibatalkan, dan naga ini akhirnya tak pernah ditunjukkan di depan publik," demikian keterangan lebih lanjut di papan. 

Babah Koffie bt Kawisari di Kota Tua Jakarta.

Barang Antik di Dalam Kafe 

Kisah naga emas hanyalah satu dari banyak cerita yang disimpan di Babah Koffie. Ada banyak barang-barang lain yang dipamerkan di kafe ini dan sebagian besar merupakan peninggalan keluarga Oei Tiong Ham. Jika masuk lebih dalam, pengunjung bisa melihat pakaian tradisional Bhutan dipanjang dalam bingkai kaca, tong dan patung-patung dari Jepang, suvenir dari Burma (Myanmar), dan lukisan dari Cina. 

Menurut Sesilia Ivena dari Marketing Communication House of Tugu Jakarta, barang-barang tersebut dibawa dari negara asalnya dengan kapal milik OTHC yang mengunjungi negara-negara itu untuk mengirim gula. 

"Pulangnya tidak kosong, kapal itu membawa barang-barang ini," kata dia di sela-sela perayaan Imlek di Jajaghu dan Babah Koffie, Rabu, 29 Januari 2025.

Banyak juga barang-barang antik dari dalam negeri, misalnya meriam kecil yang dalam keterangannya disebutkan merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. 

Di salah satu dinding juga terdapat foto-foto perempuan Jawa di masa Hindia Belanda, yang salah satunya adalah Raden Ayu Kasinem. "RA Kasinem ini istri Oei Tiong Ham, keponakan Raden Saleh (pelukis legendaris di masa Hindia - Belanda)," kata Ivena. 

Benda-benda antik ini menemani pengunjung menikmati segelas kopi di Babah Koffie. Kopi-kopi di kafe ini diambil dari perkebunan milik grup Tugu di Kawisari, Blitar, Jawa Timur, yang ada sejak 1870. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |