Koalisi Dosen Tolak Revisi UU TNI, Berpotensi Langgar HAM hingga Kebebasan Akademik

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi dosen yang tergabung dalam beberapa organisasi masyarakat sipil menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau revisi UU TNI. Alasannya, ada kekhawatiran RUU tersebut melanggar Hak Asasi Manusia hingga kebebasan akademik.

Para dosen mewakili organisasi Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, dan Serikat Pekerja Kampus (SPK).
 
Koordinator KIKA, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menilai revisi UU TNI yang sedang bergulir di DPR bersifat inkonstitusional, melanggar hak asasi manusia, hingga kebebasan akademik. “Ketika impunitas yang dimiliki oleh TNI ini kemudian semakin menguat, ini juga dampaknya sangat luar biasa terhadap kehidupan kampus,” kata Satria dalam pernyataan bersama para dosen yang tayang di kanal YouTube KIKA pada Ahad, 16 Maret 2025.
 
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya itu khawatir TNI nantinya memiliki kekuatan untuk memberangus kebebasan akademik. Salah satu kecemasan yang ia sebutkan adalah TNI dapat melakukan sweeping atau operasi penertiban atas buku-buku yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
 
“Atau juga dapat membubarkan diskusi di kampus jika dianggap bertentangan dengan prinsip keamanan nasional,” katanya.
 
KIKA, CALS, PSHK Indonesia, dan SPK pun menilai impunitas TNI dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap situasi kebebasan akademik di Indonesia.
 
“Dampak impunitas juga menjadikan serangan yang sistematis terhadap insan akademik, melalui sweeping buku-buku kiri, pembubaran diskusi berkaitan isu Papua dan keamanan nasional, serta berbagai tindakan represi lainnya menjadikan situasi kebebasan akademik semakin memprihatinkan,” kata koalisi tersebut dalam pernyataan sikap bersama.
 
Selain kebebasan akademik, keempat organisasi tersebut juga berpandangan revisi UU TNI melemahkan profesionalisme militer serta berisiko mengembalikan dwifungsi militer seperti di masa Orde Baru.
 
Adapun pemerintah dan DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Klausul-klausul yang diusulkan pemerintah dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU tersebut mendapat kritik dan penolakan keras dari masyarakat sipil lantaran dinilai menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Beberapa ketentuan yang dipermasalahkan menyangkut kedudukan tentara di jabatan sipil, perluasan wewenang TNI, hingga penambahan batas usia pensiun prajurit.
 
Pembahasan terbaru RUU TNI digelar secara tertutup oleh pemerintah dan Komisi I DPR RI di Hotel Fairmont, Jakarta. Tiga orang anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendatangi ruang rapat pemerintah dan DPR di hotel tersebut untuk memprotes pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara diam-diam. Salah satu anggota yang ikut protes berasal dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
 
Setelah protes, kantor Kontras di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, disambangi tiga orang tidak dikenal pada Ahad dini hari, sekitar pukul 00.16 WIB. Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS Andrie Yunus, salah seorang perwakilan yang protes di Hotel Fairmont, meyakini kedatangan tiga orang asing itu adalah bentuk teror terhadap Kontras.
 
Anggota satuan pengamanan (satpam) Hotel Fairmont pun melaporkan tiga anggota koalisi ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum dan melawan pejabat negara yang sedang bertugas.
 
Vedro Imanuel G dan Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |