KPU Ungkap Alasan Rendahnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024

2 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU membeberkan sejumlah alasan ihwal rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah 2024 lalu. Persentase partisipasi pemilih di Pilkada 2024 berada di angka 70-an persen.

Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan, apabila dibandingkan dengan penyelenggaraan pemilihan presiden atau pemilihan legislatif, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada memang mengalami penurunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tingkat partisipasi pilpres dan pileg rata-rata di 81 persen," kata Afifuddin dalam rapat kerja bersama Komisi bidang Pemerintahan DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025.

Ia menjelaskan, rendahnya tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2024 disebabkan oleh sejumlah faktor seperti waktu penyelenggaraan pilkada yang terlalu dekat dengan pilpres dan pileg, atau faktor distribusi logistik yang terdampak perubahan cuaca.

Menurut Afifuddin, dekatnya waktu pelaksanaan pilkada membuat petugas mesti berjibaku menyiapkan infrastruktur, sehingga mau tidak mau daya konsentrasi yang dimiliki petugas harus dikuras habis-habisan.

"Kondisi cuaca di bulan November juga sangat tidak menentu, sehingga berdampak pada distribusi logistik," ujar dia.

Faktor lainnya, ia menyebut, adalah terorientasinya masyarakat dengan isu-isu di pilpres maupun pileg yang menyebabkan situasi pilkada tegang akan banjirnya informasi hoaks, terutama di media sosial. "Sehingga perlu upaya masif untuk memberikan pendidikan pemilih kepada masyarakat," katanya.

Adapun, Afifuffin merinci tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2024. Misalnya dalam pemilihan gubernur persentasenya adalah 71,3 persen; pemilihan bupati 74,4 persen; dan paling rendah pemilihan wali kota dengan 67,7 persen. "Tentunya ini menjadi catatan untuk kita semua," ucapnya.

Sebelumnya, sigi lembaga survei Charta Politika mencatat rendahnya tingkat partisipasi pemilih, salah satunya di pilkada Jakarta. Sigi itu mencatat pilkada Jakarta hanya diikuti oleh 58 persen daftar pemilih tetap (DPT).

Artinya ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya di pilkada kali ini. Angka partisipasi pemilih tersebut menurun dibandingkan pilkada Jakarta pada 2017 yang diikuti oleh 70 persen pemilih. 

Inisiator gerakan politik salam 4 jari, John Muhammad, mengatakan rendahnya partisipasi masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta merupakan bentuk perlawanan atas pelbagai dinamika politik yang terjadi selama ini. "Ini cara masyarakat kritis menghukum elite politik," kata John, November lalu.

Gerakan politik salam 4 jari, merupakan gerakan politik alternatif yang digagas John Muhammad dan sejumlah pegiat demokrasi. Mulanya, gerakan ini muncul sebagai ajakan untuk menolak memilih duet Prabowo-Gibran di pilpres yang dianggap menyalahi aturan.

Namun, di Pilkada 2024, gerakan ini bertujuan untuk menawarkan pilihan politik alternatif bagi publik untuk memilih semua kandidat, alasannya agar surat suara dianggap tidak sah dan minim potensi disalahgunakan.

Menurut John, perlawann yang dilakukan masyarakat dilatari atas ketidakpuasan akan pilihan kandidat yang mencalonkan diri di pilkada.

Ketidakpuasan tersebut, kata dia, kemudian diimplementasikan dengan melakukan gerakan politik seperti tidak menggunakan hak pilihnya; memilih semua pasangan calon; maupun memilih kotak kosong apabila pilkada diikuti oleh hanya calon tunggal.

"Ini keluhan karena pasangan calon yang berlaga tidak menarik, tidak sesuai aspirasi dan pilkada ini adalah akal-akalan saja," ujar John.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |