TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro kini terjerat kasus dugaan suap senilai Rp 240 juta. Sebelumnya, perwira menengah kepolisian itu digugat secara perdata oleh dua tersangka dalam kasus pembunuhan yang ditanganinya, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto.
Dalam gugatan itu, AKBP Bintoro dan sejumlah polisi lain dituduh melakukan pemerasan dan diminta untuk mengembalikan uang senilai Rp 1,6 Miliar. Selain itu, penggugat juga menuntut para tergugat agar mengembalikan mobil Lamborghini Aventador, Motor Harley Sportster Iron, dan Motor BMW jenis HP4, yang telah disita. Namun pada 12 Februari 2025, laporan tersebut dicabut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, kini AKPB Bintoro terlibat dalam kasus dugaan suap sebesar Rp 240 juta. Bagaimana awal mulanya? Simak kronologinya berikut ini.
Kronologi AKBP Bintoro Terima Suap Rp 240
Dugaan suap terhadap AKBP Bintoro diungkapkan oleh pengacara polisi tersebut, OC Kaligis. Kepada Kaligis, Bintoro mengaku bahwa dia pernah diajak bertemu oleh pengacara Evelin Dohar Hutagalung, yang saat itu sebagai pihak kuasa hukum dari dua tersangka pembunuhan remaja perempuan inisial FA (16 tahun) yaitu Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto.
"Biasalah pengacara mau ketemu sama Kasat Reskrim, minta update soal informasi yang berkaitan dengan kliennya," ucap Kaligis kepada Tempo di Jakarta Pusat pada Rabu, 12 Februari 2025.
Dalam pertemuan itu, Evelin kemudian memberikan uang tunai Rp 240 juta kepada Bintoro dengan dalih untuk biaya 'operasional'. "Klien saya bilang ke Evelin, ini kasus pembunuhan, tidak bisa di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," kata dia.
Kaligis menyebutkan, berdasarkan keterangan yang dia peroleh dari Bintoro, Evelin tetap memberikan uang Rp 240 Juta kepada kliennya itu meski sudah dikatakan kasus Arif dan Bayu tidak bisa SP3. "Klien kami bilang tidak tahu apa hubungannya uang Rp 240 Juta dengan SP3, karena kasus juga tetap jalan," ujarnya.
Menurut Kaligis, Bintoro juga tetap melanjutkan penyidikan terhadap kasus Arif dan Bayu meski telah menerima uang ‘operasional’ dari Evelin. "Kasus itu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan pada 29 Mei 2024, tapi selalu dikembalikan lagi,” ucap dia.
Kaligis pun menjelaskan bahwa kasus itu tidak sepenuhnya tertangani oleh Bintoro. Hal ini karena kliennya itu sudah dipindahtugaskan ke Polda Metro Jaya pada 7 Agustus 2024. "Jadi begitu setengah jalan, dia (Bintoro) sudah pindah. Dan berkasnya juga dikembalikan lagi dari Kejaksaan," ucap dia.
AKBP Bintoro Diberhentikan dengan Tidak Hormat
Pada akhir Januari 2025, kasus pemerasan yang dituduhkan kepada AKBP Bintoro mencuat. Dia kemudian membantah isu tersebut dan mengatakan bahwa kabar ini beredar karena Arif Nugroho tidak terima dijadikan tersangka dan memviralkan berita bohong tentang dirinya telah melakukan pemerasan.
"Faktanya, semua ini fitnah,” kata Bintoro kepada wartawan di Jakarta, Ahad, 26 Januari 2025 seperti dikutip Antara.
Bintoro lalu menjalani sidang kode etik di gedung Promoter Polda Metro Jaya pada Jumat, 7 Februari 2025. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam mengatakan, majelis sidang Komisi Kode Etik Polri menilai Bintoro terbukti menerima suap dari tersangka pembunuhan, dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
“Dia di-PTDH,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam saat memberikan perkembangan sidang KKEP kepada wartawan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025.
Menurut Anam, Bintoro sudah mengakui perbuatannya soal menerima sejumlah uang. “Dia mengaku kalau perbuatan yang dilakukan itu salah,” ucap dia. Adapun alasan Majelis Kode Etik memberi sanksi PTDH kepada AKBP Bintoro, karena terbukti menerima suap dari Arif dan Bayu melalui kuasa hukumnya.
"Yang paling berasa ya memang soal penerimaan duit ya. Tapi bukan sekadar itu saja, ini kan juga mengganggu proses atau tidak, itu yang penting. Dalam proses penegakan hukum itu sendiri yang AKBP-B kan prosesnya tidak jalan-jalan ini kasus," kata Anam.
Advist Khoirunikmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.