Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak mempertanyakan pihak-pihak yang menggiring isu bahwa TNI akan dibawa kembali menjalani dwifungsi seperti yang dilakoni ABRI pada masa Orde Baru.
"Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, orde baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan menurut saya," ujar Maruli lewat keterangan tertulis, Kamis (13/3).
Maruli pun menyebut pihak yang mempersoalkan penempatan prajurit aktif di lembaga/kementerian justru ingin menyerang institusi TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini orang waktu ada salah satu institusi masuk ke semua Kementerian, enggak ribut gitu loh, apakah dia bekerja di institusi itu?" tutur Maruli.
"Kita enggak ribut, karena kami melihat anggota anggota TNI AD punya potensi, silakan didiskusikan, apakah kami boleh mendaftar atau ada sidangnya atau ditentukan oleh Presiden, silakan saja, tapi jangan menyerang Institusi," lanjutnya.
Dalam keterangan yang sama, Maruli meminta aturan soal prajurit aktif yang yang menjabat di instansi dan lembaga sipil harus pensiun dini atau mengundurkan diri tak perlu diperdebatkan publik.
Maruli menegaskan TNI akan selalu patuh pada keputusan negara dan mengikuti aturan yang berlaku.
"Silakan saja didiskusikan, apakah tentara harus alih status, apakah tentara harus pensiun? Jadi tidak usah diperdebatkan seperti ribut kanan, kiri, ke depan, kayak kurang kerjaan," kata Maruli.
"Nanti kan ada forumnya, kita bisa diskusikan. Kalau nanti keputusannya seperti itu, ya kami ikut. Kami (TNI AD) akan loyal seratus persen dengan keputusan," imbuhnya.
Dalam revisi UU TNI yang tengah digodok pemerintah dan DPR, ada usulan perluasan kementerian/lembaga yang bisa diduduki seorang prajurit aktif jadi 15 dari semula 10.
Usulan itu tertuang dalam Pasal 47 yang mengatur soal penempatan TNI aktif di instansi sipil. Total ada tiga pasal yang akan dibahas dalam revisi UU TNI tersebut.
Dalam Pasal 47 UU TNI saat ini, hanya ada 10 lembaga dan kementerian yang bisa diduduki prajurit TNI aktif.
Rinciannya yakni kantor bidang koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Dalam RUU TNI yang tengah dibahas, ada tambahan lima pos baru yang bisa ditempati TNI aktif, yakni kelautan dan perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
(kid/gil)