KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim yang Menangani Kasus Ronald Tannur

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial menyatakan belum memeriksa Majelis Hakim kasus dugaan suap penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur yang dijatuhi vonis bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29). 

“Nanti memang indikasi dan diperlukan tentunya kita akan lanjutkan ke pemeriksaan pada hakim, tapi sampai saat ini masih pada tahap saksi-saksi,” kata Juru bicara Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, dalam konferensi pers daring yang disiarkan melalui platform Zoom, pada Rabu, 12 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito menyatakan bahwa hingga saat ini mereka belum berada pada tahapan melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim terlapor. Yang jelas, saat ini KY sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi dalam kasus dugaan tindak rasuah ini. “Saksi waktu itu sudah kita periksa misalnya ZR dan LR,” ujar dia. 

Joko mengatakan, KY juga berencana memanggil kembali asisten hakim agung dan panitera pengganti dari majelis hakim sebagai saksi lantaran mereka mangkir dalam pemeriksaan pertama. “Waktu itu berhalangan dengan menulis surat dan jadwalkan ulang tentang dua saksi,” ujar Joko.

Tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya didakwa menerima gratifikasi dan suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp 4,67 miliar. Hadiah itu mereka terima sebagai imbalan atas atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Georgius Ronald Tannur. Ketiga terdakwa itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, serta Mangapul.

"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Bagus Kusuma Wardhana dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.

Adapun uang yang mereka terima sebagai gratifikasi berbentuk pecahan rupiah dan mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi. Perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

JPU mengatakan, total suap yang diterima para hakim itu mencapai Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. Uang tersebut diterima dari ibu dari Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan penasihat hukumnya, Lisa Rachmat, dalam beberapa tahap. Pertama sebesar 48 ribu dolar Singapura yang diterima oleh Erintuah. Sedangkan yang kedua sebesar 140 ribu dolar Singapura. Selanjutnya orang yang sama menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura kepada Heru.

JPU menduga Erintuah, Heru, dan Mangapul telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan.

JPU menjelaskan, secara kronologis pemberian suap itu berawal dari dari pertemuan Merizka dengan Lisa. Merizka meminta Liza menjadi penasihat hukum untuk Ronald Tannur. Dalam pertemuan itu Lisa meminta Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara.

Sebelum perkara Ronald Tannur dilimpahkan ke pengadilan pada awal 2024, Lisa lebih dulu menemui Zarof Ricar (perantara), Erintuah, Mangapul, dan Heru. Kemudian pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya mengeluarkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY, dengan susunan majelis hakim yang terdiri atas Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.

Uang yang diberikan Lisa kepada ketiga terdakwa, kata JPU, berasal dari Meirizka dengan cara menyerahkan secara langsung maupun dengan cara transfer rekening kepada Lisa.

Setelah para terdakwa menerima uang tersebut dari Lisa untuk pengurusan perkara pidana Ronald Tannur, para terdakwa menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |