Mengamati Langit Malam di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta

9 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua Jakarta semakin ramai oleh pengunjung ketika matahari nyaris tenggelam di sebelah Barat pada Sabtu, 24 Mei 2025. Pengunjung tampak berbaris mengantre di depan loket tiket di dekat gerbang. Sebagian pengunjung lagi sudah berada di dalam, duduk di tangga di antara pilar gedung atau berkerumun di halaman museum.

Keramaian pada senja itu menjadi hal yang tidak biasa. Sebab, seperti di tempat lain, Museum Seni Rupa dan Keramik biasanya sudah tutup pukul 16.00. Tapi mulai dua pekan lalu, museum ini, bersama dengan empat museum lain yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetap buka untuk pengunjung sampai malam hari setiap akhir pekan. Hari itu lebih istimewa lagi karena ada acara Planetarium Goes to Museum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yati, petugas penjaga loket tiket, mengatakan bahwa hari itu sangat ramai. "Biasanya sepi, saya sampai dinyamukin. Tapi sekarang ramai banget," kata dia sambil melayani pengunjung yang membeli tiket. Satu tiket museum di akhir pekan seharga Rp 15.000 untuk pengunjung desawa dan Rp 5.000 untuk anak-anak. 

Berburu Jupiter 

Planetarium Goes to Museum yang diadakan Planetarium dan Observatorium Jakarta itu hanya berlangsung sehari. Planetarium menggandeng Himpunan Astronomi Amatir Jakarta untuk melakukan edukasi astronomi kepada pengunjung dengan menyediakan Planetarium Mini dan aktivitas peneropongan benda langit. 

Pengunjung membeludak, sebagian anak-anak. Banyak di antara mereka tidak mendapatkan giliran karena kuota dibatasi. Planetarium Mini digelar tiga sesi dengan kuota 25 orang setiap sesi mulai sore hari. Peneropongan benda langit pun penuh. Kuota disediakan sebanyak 200 orang, tetapi pukul 17.30 sudah terisi penuh. 

Muhammad Rezky, Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, yang membantu mengoperasikan dua teleskop, mengatakan bahwa malam itu pengunjung akan diajak mengamati planet Jupiter.

"Tapi waktunya terbatas, hanya sampai pukul tujuh malam," kata dia sambil mengamati langit di sebelah barat yang berawan. Tapi jika Jupiter tidak terkejar, masih ada Mars. 

Resky mengungkap alasan mengapa target pengamatan hari itu Jupiter dan Mars. Menurut dia, sebenarnya sangat banyak benda langit yang menarik diamati lewat teleskop. Tapi tidak semua tersedia saat itu. Bulan, misalnya, akan memasuki fase bulan baru sehingga akan ikut terbenam bersama matahari. 

"Planet lain masih di bawah, mungkin munculnya mendekati subuh. Jadi yang available sekarang ini Mars dan Juliter. Di bulan lain akan berbeda," kata dia. 

Selepas magrib, satu per satu pengunjung dipanggil sesuai urutan mendaftar untuk melihat langit malam dari teleskop. Tapi tak lama. Belum sampai urutan ke-10, pemanggilan dihentikan sementara karena awan menutupi langit. 

"Tunggu sebentar lagi ya," kata Rezky menenangkan pengunjung. 

Tak lama, langit kembali terbuka. Pengunjung kembali dipanggil untuk melihat Jupiter dan Mars. 

Masuk ke Planetarium Mini 

Sebagian besar pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik datang karena Planetarium Goes to Museum. Muzdalifah, seorang pengunjung dari Tanjung Priok, termasuk satu dari 75 pengunjung yang hari itu berkesempatan masuk ke Planetarium Mini yang dipasang di teras museum. Ia sengaja datang ke museum ini untuk merasakan pengalaman masuk Planetarium Mini. "Saya tadi sampai di sini jam tiga, waktu daftar dapat urutan satu di sesi pertama," kata Muzdalifah, yang mengetahui event ini dari Instagram.

Muzdalifah bercerita, di dalam pengunjung disuguhi pengalaman langit malam mulai dari mataharu terbenam hingga matahri terbit di pagi hari. Ada juga narasi tentang benda-benda langit yang terlihat di malam hari. "Bagus," kata dia. 

Karena Planet Goes to Museum digelar di teras dan halaman, pengunjung berkerumun di sana. Tak banyak orang memasuki museum. Padahal, Museum Seni Rupa dan Keramik juga menyimpan banyak benda menarik, termasuk karya pelukis ternama seperti Raden Saleh, Affandi, Hendra Gunawan, S.Sudjojono, Basoeki Abdullah, dan Henk Ngatung. Ada juga keramik dari abad ke-10 dan gerabah peninggalan Kerajaan Majapahit. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |