Mengapa Ibu Sering Merasa 'Gagal' Saat Bayi Rewel?

3 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan sebagai ibu baru sering kali diwarnai tawa bahagia, tapi tak jarang juga diiringi tangisan. Saat si kecil menangis tak henti, sering kali membuat para ibu merasa kewalahan, panik, dan memicu rasa bersalah. 

Kondisi ini diperparah dengan istilah "mom brain", di mana saraf otak ibu menjadi lebih sensitif terhadap kondisi anak. Psikolog anak dan Co-founder Tiga Generasi, Saskhya Aulia Prima, mengatakan ketika hamil, saraf otak ibu sudah berubah, lebih sensitif terhadap kondisi anak (mom brain). "Sehingga ketika bayi rewel, itu memang untuk beberapa ibu bisa memicu stres," kata dia saat peluncuran rangkaian produk Cussons Baby Cuddle Calm di Jakarta pada Kamis (25/9/2025).

Dengan melimpahnya informasi di media sosial, tekanan untuk menjadi "ibu sempurna" semakin besar, terutama di kalangan generasi muda. Saat anak menangis, banyak ibu yang langsung menyalahkan diri sendiri. Ini memicu kepanikan yang berujung pada kemarahan terhadap diri sendiri, dan akhirnya, penanganan terhadap anak menjadi tidak efektif. "Sekarang informasi banyak, tapi semakin muda generasinya, semakin ada kemauan untuk menjadi ibu sempurna. Kalau anak nangis, aku kayaknya nih yang salah. Jadi tambah panik, ujungnya marah sendiri," kata dia.

Padahal, kata dia, kunci utama dalam menghadapi bayi rewel adalah ketenangan orang tua. Saskhya mengatakan konsep parental reflective functioning yaitu kemampuan orang tua untuk memahami kebutuhan anak di balik tangisan mereka. Banyak orang tua yang terjebak pada pola pikir yang berpusat pada diri sendiri (parent-centered). Mereka cenderung berpikir, "Oh, aku gagal" daripada mencoba memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan anak (infant-centered).

Menurut Saskhya, jika kita terlalu panik dan menyalahkan diri sendiri, kemampuan reflektif ini tidak akan berfungsi. Akibatnya, kita bisa ikut menangis, cara menggendong menjadi tidak nyaman, dan siklus ketidaktenangan ini terus berlanjut. "Ketika kita salah penanganan, bayi tidak tenang, kita juga tidak tenang, begitu saja terus," ujarnya.

Lalu, bagaimana cara mengurangi rasa bersalah yang sering menghantui para ibu? Saskhya menyarankan agar kita melihat rasa bersalah sebagai hal yang bisa menjadi positif, jika ditempatkan dengan benar. Cara terbaik untuk menguranginya adalah dengan menjadikannya sebagai sistem kolaborasi. Melibatkan orang yang kita percaya untuk membantu adalah langkah penting. Meminta bantuan bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah cara untuk memastikan diri kita tetap tenang dan dapat berfungsi dengan baik.

Perasaan bersalah yang tidak tepat dinilainya justru akan mengganggu fokus kita untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak. Dengan belajar melepaskan beban "ibu sempurna" dan fokus pada kebutuhan anak, kita bisa menjadi orang tua yang lebih efektif, tenang, dan pada akhirnya, lebih bahagia dalam menjalani peran ini. Ingatlah, bahwa menjadi orang tua adalah sebuah proses belajar yang tidak pernah berhenti.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |