Mengenal Masjid Langgar Tinggi yang Berusia Hampir Dua Abad di Pekojan

3 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Masjid Langgar Tinggi terletak di kawasan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat. Salah satu bangunan bersejarah di Jakarta yang ini awalnya didirikan sebagai langgar atau musala pada 1249 Hijriah atau 1829 Masehi. Rumah ibadah sekaligus cagar budaya itu berdiri di tepi aliran Kali Angke, yang dulunya terkenal sebagai pusat perdagangan.

Pembangunan tempat ibadah umat muslim di kawasan Pekojan dibuat oleh para saudagar asal Yaman yang datang ke Batavia. Melansir situs berita Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beritajakarta.id, Achmad Alwi Assegaf mengatakan bahwa pedagang tersebut berjualan sambil melakukan syiar Islam. Hasil berdagang dipakai untuk bekal berdakwah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saudagar Yaman tiba di Batavia melalui Pelabuhan Sunda Kelapa dan berkomunitas di kawasan Pekojan, yang saat itu banyak dihuni oleh warga muslim India yang disebut Khoja. Mereka berasimilasi sehingga Pemerintah Kolonial Hindia Belanda saat itu menetapkan menjadi komunitas orang Arab di Pekojan," ujar Achmad Alwi, seperti dilansir dari beritajakarta.id

Awalnya Dihuni Muslim India 

Mengutip akun Instagram Majalah Jakita, musala tersebut menjadi saksi berkembanganya komunitas Arab di Pekojan. Awalnya, wilayah itu dihuni oleh muslim India yang disebut Khoja. Namun, seiring waktu, saudagar Arab dari Hadramaut atau Yaman mulai tinggal serta berbaur dengan penduduk setempat, sehingga menjadikan kawasan itu sebagai komunitas Arab di Batavia, kini Jakarta.

Arsitektur bangunan Masjid Langgar Tinggi merupakan perpaduan dari suku Moor atau Muslim dari India, Arab, serta Tionghoa yang tinggal di kawasan Pekojan. Perpaduan gaya bangunan tersebut terlihat dari pilar tinggi dan ornamen khasnya. "Dari 1829 hingga saat ini, Masjid Langgar Tinggi tetap dijaga oleh keturunannya," tutur Alwi. 

Bangunan bersejarah tersebut memiliki luas sekitar 200 meter persegi yang dibuat di atas lahan seluas 200 meter persegi dengan desain yang tidak biasa. Ruang utama masjid berada di lantai dua, sedangkan lantai dasar digunakan untuk tempat wudu, toilet, serta toko yang dulunya dijadikan tempat menginap para pedagang. 

Keunikan lain dari langgar ini adalah tidak adanya kubah yang dibangun layaknya masjid pada umumnya. Selain itu, bangunan juga dibuat dalam bentuk rumah panggung. Jika dilihat dari luar, surau ini tampak tidak seperti masjid, karena arsitekturnya didominasi bangunan etnis Tionghoa. 

Mimbar Berusia 185 Tahun

Salah satu artefak penting di masjid ini yang masih terawat keasliannya adalah sebuah mimbar kotbah berusia 185 tahun. Mimbar dengan ukiran bahasa Arab itu merupakan sumbangan dari seorang sultan di Pontianak, Kalimantan Barat, saat Masjid An-Nawier yang masih berada di wilayah sama diperbesar pada 1838. Saat renovasi dikerjakan, kegiatan keagamaan dipindahkan sementara ke Langgar Tinggi.

Dahulu, Masjid An-Nawier dan Langgar Tinggi yang berlokasi di Pekojan merupakan satu kesatuan. Lahan kedua tempat ibadah umat muslim ini merupakan wakaf dari Syarifah Baba Kecil. Kemudian, pada 1833, Masjid Langgar Tinggi diperbaiki oleh seorang saudagar Arab bernama Said Naum, sedangkan Masjid An-Nawier direnovasi pada 1838.

Hampir dua abad berdiri, Masjid Langgar Tinggi aktif digunakan sebagai tempat untuk salat lima waktu dan kegiatan keagamaan lainnya. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |