Minta Maaf ke Kapolri, Band Sukatani Tarik Lagu Bayar Bayar Bayar dari Semua Platform

1 day ago 24

TEMPO.CO, Jakarta - Grup band bergenre punk asal Purbalingga, Sukatani, mengumumkan penarikan lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik. Salah satu lagu yang dirilis dalam album Gelap Gempita itu berisi kritikan terhadap polisi.

Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personel band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personil Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis) menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri dan institusi kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka tampil tanpa topeng, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kedua personil Sukatani memang memilih untuk jadi anonim di depan publik.

“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi.

Dalam pernyataan itu, dia mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik terhadap anggota kepolisian yang melanggar aturan. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ujarnya.

Dia juga meminta pengguna media sosial untuk menghapus video atau lagu yang sudah terlanjur tersebar di sosial media. “Karena apabila ada risiko di kemudian hari sudah bukan tanggung jawab kami dari Sukatani,” ujar Lufti.

Di akhir pernyataan tersebut, mereka mengakui permintaan maaf dan penarikan lagu itu tanpa paksaan dari siapa pun. “Pernyataan yang kami buat ini dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dari siapapun, kami buat secara sadar dan sukarela,” ujar mereka.

Berdasarkan penelusuran Tempo, lagu berjudul Bayar Bayar Bayar itu sudah tidak tersedia di Spotify Sukatani dan platform media sosial mereka. Namun, lagu bernada kritikan itu masih bisa didengar di  Bandcamp.com. 

Berikut lirik lagu Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar yang dinyatakan ditarik peredarannya.

Mau bikin SIM bayar polisi

Ketilang di jalan bayar polisi

Touring motor gede bayar polisi

Angkot mau ngetem bayar polisi


Aduh aduh ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi


Mau bikin gigs bayar polisi

Lapor barang hilang bayar polisi

Masuk ke penjara bayar polisi

Keluar penjara bayar polisi


Aduh aduh ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi


Mau korupsi bayar polisi

Mau gusur rumah bayar polisi

Mau babat hutan bayar polisi

Mau jadi polisi bayar polisi


Aduh aduh ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi

Tempo masih mengupayakan konfirmasi ke pihak kepolisian soal kaitan Polri dengan penarikan lagu itu. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko belum merespons permintaan konfirmasi yang dikirimkan ke nomor pribadinya. Dia sempat merespons pesan Tempo, namun tidak menjawab permintaan konfirmasi.

Koordinator Koalisi Reformasi untuk Kepolisian Aulia Rizal menyayangkan penarikan lagu bernada kritik tersebut. Aulia mengatakan kuat dugaan permintaan itu datang dari institusi Polri. “Sebagai lembaga publik, lagu itu merupakan bentuk kritikan terhadap Kepolisian, harusnya dijadikan evaluasi dan refleksi,” kata Aulia saat dihubung, Kamis, 20 Februari 2025.

Aulia mengatakan apa yang disampaikan Sukatani dalam lirik lagu tersebut adalah rahasia umum atau notoire feiten notorious. Aulia mengatakan lagu itu relevan menggambar kondisi Polri yang belakang didera banyak persoalan.

Dia mengatakan, dengan keberadaan lagu bernada kritik, sudah saatnya korps Bhayangkara berbenah dan melakukan reformasi secara menyeluruh. “Apa yang disampaikan dalam lirik lagu itu tentu bukan hal yang asing, sudah menjadi pengetahuan umum dan untuk itu reformasi di tubuh kepolisian mendesak dilakukan,” katanya

Di lain sisi, Aulia menilai ada indikasi pembatasan terhadap kebebasan berekspresi yang disampaikan melalui lagu. Padahal, dia melanjutkan, kebebasan berekspresi juga mencakup kebebasan berkesenian. Ia dijamin dalam Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia. “Karya sebagai media kritik tidak bisa dibatasi dan merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi,” ujar Aulia.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |