Nelayan Migran Indonesia Gugat Raksasa Seafood AS atas Dugaan Kerja Paksa

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyatakan solidaritas serta dukungan penuh terhadap sekelompok nelayan migran Indonesia yang mengajukan gugatan terhadap perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Bumble Bee Foods. Gugatan pada Rabu pagi waktu setempat, 12 Maret 2025, lalu ini berdasarkan pada Undang-Undang tentang Reautorisasi Perlindungan Korban Perdagangan Manusia (Trafficking Victims Protection Reauthorization Act/TVPRA).

Gugatan menyoroti dugaan kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami para penggugat, yang terjadi selama mereka bekerja di kapal penangkap ikan tuna, yang hasil tangkapannya dijual oleh Bumble Bee Foods di AS. Dugaan kerja paksa yang diperinci dalam gugatan meliputi kekerasan fisik dan emosional, cedera parah yang tidak diobati hingga menyebabkan kecacatan, jeratan utang, jam kerja berlebih dan gaji yang tidak dibayar, serta ancaman finansial terhadap keluarga korban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gugatan ini diyakini sebagai yang pertama terhadap industri seafood di AS berbasis TVPRA. Bagi SBMI dan Greenpeace Indonesia, keberanian para nelayan migran ini menjadi momen bersejarah bagi perjuangan penegakan keadilan bagi Awak Kapal Perikanan (AKP) migran Indonesia yang rentan terhadap eksploitasi dalam rantai pasok industri perikanan global. AKP migran disebutkan menghadapi dugaan praktik kerja paksa sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di atas kapal, hingga setelah mereka pulang ke Indonesia.

"Proses perekrutan yang eksploitatif menjadi salah satu akar permasalahan utama–biaya tinggi yang tidak transparan, praktik penampungan tidak manusiawi, serta berbagai tipu daya berupa janji-janji menggiurkan, penipuan dan pemalsuan dokumen, yang berujung pada berbagai bentuk eksploitasi fisik, tenaga kerja, dan ekonomi,” kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Maret 2025. 

Sepanjang 2010-2024, SBMI menerima dan menangani 943 aduan dari AKP migran. Pada 2024 saja, terdapat 196 kasus yang dilaporkan dengan permasalahan utama meliputi dugaan kerja paksa dan perdagangan orang berupa gaji ditahan/tidak dibayar, jeratan utang, kekerasan, pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, pembatalan keberangkatan, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.

Menurut Hariyanto, eksploitasi yang dialami para AKP migran ini kerap berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Maka, lanjutnya, menjadi sangat penting untuk meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang diduga meraup keuntungan dari tindakan tidak manusiawi yang mengorbankan hak asasi AKP migran ini.

Secara global, industri makanan laut bernilai lebih dari US$ 350 miliar. Perusahaan induk Bumble Bee Foods di AS, Bumble Bee Seafoods, yang dimiliki oleh salah satu pedagang tuna terkemuka dunia, perusahaan Taiwan Fong Chun Formosa (FCF), tercatat memiliki pendapatan tahunan sebesar USD 1 miliar. Ironisnya, nelayan migran Indonesia di atas kapal penangkap ikan Taiwan dilaporkan bisa tak pernah menerima gaji.

Hal itu seperti termuat dalam laporan Greenpeace Asia Tenggara dan Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI) tahun 2024. Bisa juga, dari yang dijanjikan sebesar US$ 400-600 per bulan, gaji yang diterima kerap dipotong besar-besaran. Dalam gugatan, Bumble Bee Foods diduga tahu atau semestinya mengetahui tentang kondisi yang dialami para nelayan migran tersebut.

Jaringan kantor Greenpeace di beberapa negara telah lama memperingatkan soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di industri perikanan skala besar. Selain itu, laporan Greenpeace Asia Tenggara berkolaborasi dengan SBMI tersebut juga menyoroti dampak lingkungan yang luas akibat praktik industri ini.

“Perlindungan terhadap ekosistem laut tidak bisa dipisahkan dengan perlindungan hak asasi terhadap para pekerja di sektor laut, dalam hal ini nelayan atau AKP migran," kata juru kampanye laut Greenpeace Indonesia Fildza Nabila Avianti.

Dia menyerukan perlunya ada perubahan sistem yang menyeluruh dan Indonesia punya peluang untuk menjadi pelopor dalam hal tersebut. "Apabila Indonesia berkomitmen membenahi tata kelola perekrutan dan penempatan AKP migran serta meningkatkan pengawasan, implikasi yang kami harapkan adalah terwujudnya rantai pasok industri perikanan yang lebih transparan dan perlindungan laut yang lebih baik,” katanya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |