OTT di Ogan Komering Ulu Ungkap Jatah untuk Lebaran bagi Anggota DPRD, Ada Korupsi Berjamaah?

7 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar operasi tangkap tangan atau OTT terhadap sejumlah anggota DPRD dan pejabat serta swasta di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada Sabtu, 15 Maret 2025.

Penangkapan di bulan suci Ramadan ini, menurut KPK, terkait pemberian fee proyek yang dijanjikan oleh swasta dan Dinas Pekerjaan Umum, cair sebelum Lebaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dijanjikan oleh saudara N (Kadis PUPR) akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu, 16 Maret 2025, seperti dikutip Antara.

Dalam OTT itu, KPK menangkap Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP), tiga anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III, dan Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa sejumlah anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menagih jatah fee atau imbalan jasa proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP) yang dijanjikan bakal cair sebelum lebaran.

Dia mengatakan anggota DPRD yang menagih fee itu adalah Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, dan Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU.

Selain tiga orang anggota DPRD dan Kadis PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka, ada dua pihak swasta yang juga terseret dan menjadi tersangka yaitu M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Adapun fee tersebut diambil dari sembilan proyek hasil dari pokir (pokok-pokok pikiran DPRD untuk pengadaan barang dan jasa) yang disetujui oleh pemerintah daerah. Proyek-proyek itu mulai dari rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, kantor Dinas PUPR, perbaikan jalan, hingga pembangunan jembatan.

Menurut Setyo, MFZ menyerahkan uang senilai Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah yang merupakan bagian komitmen fee proyek yang dititipkan ke seorang PNS berinisial A. Uang tersebut, kata dia, bersumber dari uang muka pencairan proyek.

Selain itu pada awal Maret 2025, menurut dia, ASS juga menyerahkan uang sebanyak Rp1,5 miliar ke Nopriansyah.

"Tim Penyelidik KPK mendatangi rumah saudara N (Nopriansyah) dan saudara A dan menemukan serta mengamankan uang sebanyak Rp2,6 miliar yang merupakan uang commitment fee untuk DPRD yang diberikan oleh MFZ dan ASS," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan ada uang sebanyak Rp2,6 miliar yang diamankan ketika penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap anggota DPRD dan pejabat Dinas PUPR di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

"Suap proyek Dinas PUPR," kata Fitroh saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Untuk pihak yang diduga menerima suap yakni NOP, FJ, UH, MFR, dijerat dengan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, dan Pasal 12 f, dan Pasal 12 B, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk MFZ dan ASS selaku pihak swasta, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a, atau Pasal 5 Ayat 1 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Korupsi Berjamaah

Belum ada informasi apakah fee proyek yang digolkan DPRD itu akan dibagikan ke seluruh anggota atau hanya berhenti pada tiga tersangka.

Namun modus korupsi berjamaah pernah terjadi di sejumlah DPRD sebelumnya.

Pada Januari 2023,  KPK melakukan pengembangan kasus suap ketok palu RAPBD Provinsi Jambi yang membuat Gubernur Jambi, Zumi Zola, mendekam di dalam bui. Dalam pengembangan kasus itu, KPK menetapkan 28 orang tersangka baru pada Selasa 10 Januari 2023.

Pada 2018, KPK menetapkan 28 anggota DPRD Sumatera Utara sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dari Gubernur Gatot Pujo Nugroho untuk mengesahkan APBD 2013-2014, APBD 2014-2015, dan penolakan hak interpelasi anggota DPRD pada 2014.

Menurut Ketua KPK waktu itu, Agus Rahardjo, para tersangka menerima fee Rp 300-350 juta dari Gatot. "Untuk barang bukti, ada keterangan saksi, lalu surat dan berkas elektronik," ujarnya.

Pada 2018, sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka kasus suap untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (DPRD) 2015 dan meloloskan proyek jembatan senilai Rp 68 miliar. Setiao anggota Dewan itu dituduh menerima suap antara Rp 12 juta dan Rp 17 juta.

Sebelumnya, pada 2002 sebanyak 43 anggota dan pimpinan DPRD Sumatera Barat divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD 2002 sebesar Rp 6,48 miliar.

Taufiq Siddiq, Juli Hantoro, Mirza Bagaskara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |