Pakar Unmul Sebut Perubahan Nomenklatur Tak Gugurkan Kewajiban Kemendiktisaintek Bayar Tukin Dosen

3 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan perubahan nomenklatur tidak serta merta menggugurkan kewajiban Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) membayar tunggakan tunjangan kinerja atau tukin untuk dosen ASN.

“Perubahan nomenklatur kementerian itu tidak serta-merta menghilangkan hak dan tanggung jwab sebelumnya,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Selasa, 4 Februari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Herdiansyah, apabila perubahan nomenklatur bisa menggugurkan keputusan sebelumnya, semestinya semua keputusan yang melekat semestinya gugur. Ia mengatakan perubahan nomenklatur tidak menghapus kewajiban Kemendiktisaintek karena pendekatannya adalah pendekatan kelembagaan.

Sementara itu, pakar kebijakan publik Universitas Airlangga (Unair)Jusuf Irianto menyebutkan bahwa permasalahan tukin ini berkaitan erat dengan aspek legal formal dan proses birokrasi yang masih berlangsung. “Jadi, ini adalah persoalan legal formal dan proses birokrasi yang harus dilakukan secara prudent agar sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya dikutip dari laman Unair.

Jusuf menjelaskan Kemendiktisaintek adalah kementerian baru sebagai fragmentasi Kemendikbudristek. Merujuk Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024, dosen ASN seharusnya mulai menerima tukin pada awal 2025. Dosen ASN berhak memperoleh tukin dengan besaran sesuai jabatan fungsionalnya. Kemudian, dosen ASN berjabatan fungsional asisten ahli dengan kelas jabatan 9 mendapat tukin sebesar Rp5 juta per bulan, lektor (Rp8,7 juta per bulan), lektor kepala (Rp10,9 juta per bulan) dan guru besar atau profesor (Rp19,2 juta per bulan).

Jusuf juga menyoroti dampak perubahan nomenklatur terhadap sistem penggajian dan tunjangan dosen. Ia menyebut bahwa peraturan yang dirilis oleh menteri sebelumnya, Nadiem Makarim, tidak dibarengi dengan atau tanpa disertai Perpres. Akibatnya, tukin tidak dapat dibayarkan. “Perbedaan nomenklatur inilah yang membuat keruwetan dalam pembayaran tukin,” kata dia.

Kemendiktisaintek merupakan salah satu pecahan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Setelah berubah nama, Kemendiktisaintek menganggarkan tukin dosen untuk 2025, namun tak bisa menganggarkan untuk tukin 2020-2024, seperti yang dituntut oleh Asosiasi Dosen ASN Kemendiktisaintek (Adaksi).

Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M. Simatupang menjelaskan hal ini terjadi karena tidak adanya pengajuan alokasi anggaran serta tidak ditempuhnya proses birokrasi yang seharusnya. "Kemudian yang tukin lampau misalnya 2020 sampai 2024 tidak bisa dituntut karena kepatuhan parsial, ketidaksempatan kementerian saat itu, dan tutup buku," kata dia saat dihubungi Tempo pada Jumat, 31 Januari 2025. 

Togar mengatakan menurut Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023, tukin bersifat opsional. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil keputusan dengan prinsip kehati-hatian yang salah satu aspek pertimbangannya adalah berbasis kinerja. Hanya saja karena sudah tutup buku, saat itu pengukuran kinerja dosen ASN di bawah Kemendiktisaintek tidak dapat dilakukan.

Wakil Ketua Komisi bidang Pendidikan DPR Lalu Hadrian Irfani mengatakan pembayaran tukin dosen dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) tak dapat dilakukan menyeluruh lantaran sejumlah hal. Beberapa hal yang dimaksud, yakni adanya perubahan nomenklatur di kementerian yang membidangi pendidikan tinggi, serta tidak diajukannya alokasi kebutuhan anggaran oleh kementerian sebelumnya.

"Sebenarnya untuk 2025 juga sempat tidak dapat dilakukan karena tidak diajukan," kata Lalu kepada Tempo pada Ahad, 2 Februari 2025.

Meski begitu, ia mengatakan, Komisi X terus berupaya untuk memenuhi hak dosen ASN. Salah satu caranya dengan meminta Kemendiktisaintek mengajukan anggaran tambahan. Kementerian menyatakan telah mengajukan anggaran untuk pemberian tukin dosen, tapi hanya untuk tahun 2025 sebesar Rp 2,5 triliun.

M. Rizki Yusrial dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |