Pemerintah Buka Peluang Tambah Dana Bantuan Partai Politik. Apa Urgensinya?

10 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menyambangi Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 23 Mei 2025. Diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, Bahtiar menyerahkan dana bantuan partai politik atau dana banpol dari pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerindra menerima bantuan keuangan sebesar Rp 20 miliar dari Kementerian Dalam Negeri. Usai menerima dana itu, Muzani menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah atas bantuan tersebut. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini menjelaskan, banpol sangat penting untuk mendukung berbagai kegiatan partai, termasuk pendidikan kader.

“Walaupun kami menyadari dana itu belum sepenuhnya menutupi kebutuhan kegiatan partai di masa mendatang, namun bantuan ini tetap memberikan dukungan berarti bagi operasional partai kami,” kata Muzani dikutip dari keterangan resmi Partai Gerindra.

Kunjungan perwakilan Kementerian Dalam Negeri itu terjadi beberapa hari setelah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto mengusulkan pemerintah memberikan dana yang besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke parpol.

Dia menganggap kebijakan ini dapat menjadi sebagai salah satu upaya memberantas korupsi. Salah satu sebab dari korupsi, menurut dia, adalah mahalnya sistem politik untuk menjadi pejabat, baik dari tingkat desa hingga presiden.

Fitroh berujar, para pejabat yang menduduki jabatannya saat ini pasti mengeluarkan modal besar, bahkan memiliki pemodal. “Hal yang sering terjadi di kasus korupsi, timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberikan kemudahan bagi para pemodal untuk menjadi pelaksana proyek-proyek di daerah. Ini tidak bisa dipungkiri, dan sering terjadi,” kata dia dalam webinar yang diselenggarakan KPK pada Kamis, 15 Mei 2025. 

Menanggapi wacana itu, Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi mengatakan pemerintah membuka peluang untuk mengkaji usulan KPK soal menambah dana bantuan parpol. Usulan itu bisa dikaji jika tujuannya untuk memberantas korupsi.

Menurut Hasan, usul itu perlu dikaji dari sisi bentuk bantuannya, program kerja, ketersediaan dana hingga kemampuan keuangan negara.  "Kalau ada usulan untuk peningkatan seperti ini nanti bisa dikaji. Bisa didiskusikan," kata Hasan di kantornya, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.

Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menilai usulan penambahan dana bantuan keuangan untuk parpol ini baik. Tapi, menurut Yusril, kebijakan perlu juga diatur secara proporsional agar tak ada partai yang sengaja didirikan hanya untuk mendapatkan bantuan dana.

Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini juga menilai jangan sampai partai besar lebih besar, dan partai kecil jadi lebih kecil. "Jadi kita juga harus memikirkan sebuah sistem yang adil,” kata Yusril kepada wartawan di Kantor Ombudsman, Jakarta, pada Kamis, 22 Mei 2025, dikutip dari Antara.

Berdasarkan PP No. 1 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua PP No. 5 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Partai Politik  untuk tingkat DPR Parpol mendapatkan Rp1.000 per suara sah. DPRD Tk Provinsi Rp1.200 per suara sah dan DPRD Tk Kabupaten/Kota Rp 1.500 per suara sah. Semakin besar jumlah kursi Parpol dalam legislatif, maka semakin besar pula jumlah bantuan keuangan yang didapatkan oleh partai. 

Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bahtra Banong menilai besaran ideal dana bantuan parpol masih perlu didiskusikan. “Tentu tidak bisa sekaligus langsung banyak. Bertahap tidak jadi masalah. Tapi, kan, tetap melihat kesanggupan negara berapa,” ujar Bahtra di Kompleks DPR/MPR/DPD, Jakarta, pada Jumat, 23 Mei 2025.

Bahtra berharap dengan adanya bantuan dana yang mencukupi dari negara, partai politik pun akan mencetak kader-kader yang berkualitas. Meski begitu, politikus Partai Gerindra ini mengingatkan, kenaikan dana bantuan parpol itu harus transparan. “Pertanggungjawabannya itu harus dikawal oleh publik atau kalau perlu audit independen, dananya dipergunakan untuk apa saja,” ujar dia. 

Seknas FITRA sepakat dengan adanya kenaikan dana bantuan parpol. Lembaga pemantau dan transparansi anggaran ini menilai penambahan dana tersebut setidaknya dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja partai di legislatif melalui dana operasional. 

Meski demikian, pengurus FITRA bidang divisi Hukum, HAM, dan Demokrasi, Siska Barimbing belum yakin penambahan bantuan keuangan parpol akan efektif mencegah terjadinya korupsi. “Penambahan dana bantuan parpol untuk mencegah korupsi, belum bisa dipastikan,” katanya melalui keterangan tertulis pada Jumat, 23 Mei 2025. 

Seknas FITRA menyepakati adanya penambahan bantuan politik ini dengan beberapa catatan. Pertama, adanya porsi untuk peningkatan kapasitas kader tidak hanya untuk operasional. Kedua, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga, ada penambahan indikator kinerja fraksi di legislatif.

Keempat, perbaikan pada sistem partai politik dan sistem pemilu sehingga pembiayaan partai politik dan pemilihan umum bisa efektif dan efisien.

Siska mengatakan sejumlah kasus korupsi yang menjerat kader-kader partai politik banyak masuk ke proses hukum karena pengawasan tidak ketat. “Transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran bantuan keuangan partai politik belum maksimal dilakukan,” kata dia. 

Peneliti Indonesia Corruption Watch bidang pelayanan publik, Almas Sjafrina, mengingatkan wacana penambahan bantuan keuangan partai politik pasti mendapat resistensi dari berbagai pihak. Apalagi diskursus itu berkembang di tengah efisiensi anggaran, yang juga mengorbankan anggaran-anggaran di sektor pelayanan publik, seperti pendidikan.

Terlepas dari itu, Alma menilai ada risiko ketika pemerintah atau negara tutup mata atas persoalan pendanaan partai politik. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus membuat pendanaan partai politik itu lebih sehat.

Almas mengatakan, sebagai jaminannya, Pemerintah jangan hanya berbicara terkait dengan angka besaran penambahan bantuan tersebut, tetapi mengagendakan reformasi partai politik dan juga pada aspek pendanaan. “Ini bukan cek kosong tapi disertai dengan ketentuan-ketentuan yang akan menjamin pelaporan keuangan partai politik itu tidak sekedar menjadi satu basa-basi gitu ya,” katanya melalui sambungan telepon pada Jumat, 23 Mei 2025.

Paradoks dengan Efisiensi

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai wacana penambahan dana partai politik melalui APBN itu paradoks dengan kehendak Presiden Prabowo Subianto untuk mengefisiensikan anggaran. Alih-alih dapat dana dari negara, menurut Adi, partai yang punya kader di semua tingkatan daerah bisa mendulang pendanaan partai dari fundraising.

Adi mengatakan tidak ada jaminan saat ada bantuan dari negara ke parpol, persoalan korupsi itu bisa diamputasi. Menurut dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta ini, rata-rata oknum parpol yang korupsi tampak punya uang dan kelihatan punya logistik.

“Bagi saya solusi menghilangkan korupsi bagi politikus itu hukum pancung atau mati. Dan miskinkan dengan sahkan UU Perampasan aset. Saya kira  kalau itu dilakukan, politikus takut,” katanya.

Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Wasisto Raharjo Jati menyatakan wacana penambahan bantuan perlu dipertimbangkan ulang, mengingat sektor anggaran mengalami efisiensi di semua level pemerintahan. Wasisto tak memungkiri saya pikir tambahan uang untuk partai politik di satu sisi membantu operasionalisasi partai baik di level nasional maupun daerah, namun tidak bagi korupsi. 

“Karena korupsi lebih pada kesempatan dan celah. saya pikir partai politik juga perlu transparan dan akuntabel dalam melaporkan neraca keuangannya pada publik sehingga di situ bisa perlahan tercipta tata kelola politik yang baik,” katanya.

Ervana Trikarinaputri dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Penulis Kolom Detik.com Diintimidasi, AJI Desak Prabowo Jamin Perlindungan Kebebasan Berekspresi

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |