TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR Hamid Noor Yasin menilai kasus perampokan dan penculikan terhadap WNA Ukraina, Igor Lermakov sebagai indikasi adanya celah dalam sistem pengawasan keimigrasian. Perampokan yang terjadi di Bali itu menyebabkan kerugian materi kurang lebih sebesar Rp3,4 miliar.
“Kami mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap WNA yang masuk dan tinggal di Indonesia,” ujar Hamid dalam keterangan resmi, pada Ahad, 2 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengawasan itu, kata Hamid, juga meliputi penguatan kebijakan izin tinggal warga negara asing untuk menjaga keamanan nasional dan tidak mencoreng sektor pariwisata di Indonesia. Politikus Partai Keadilan Sosial itu mengatakan peristiwa kriminal itu juga menjadi momentum yang mengingatkan pentingnya pengawasan terkendali atas keberadaan dan aktivitas WNA di Indonesia.
Menurut dia, kasus perampokan itu bukan sekadar tindak pidana. Ia mengatakan kasus ini juga menjadi peringatan bagi pemerintah agar mewaspadai adanya potensi ancaman kelompok kriminal asing di tanah air yang dapat memengaruhi kegiatan pariwisata Indonesia khususnya di Bali.
Hamid juga meminta agar pelaku tidak hanya diganjar hukuman pidana, tetapi juga dijerat sanksi administratif berupa pencabutan izin tinggal untuk memberikan efek jera. Ia pun mendorong pemerintah untuk segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan keimigrasian termasuk pemberian visa dan izin tinggal bagi WNA yang memiliki riwayat mempertentangkan pidana.
“Jangan sampai kelonggaran dalam aturan justru dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan internasional,” tutur dia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Ariasandy menyatakan peristiwa perampokan itu terjadi pada 15 Desember 2024. Saat itu korban dengan sopirnya, yang berinisial A, mengendarai mobil BMW warna putih.
Kemudian, di pertengahan perjalanan di sekitar Jalan Tundun Penyu Dipal, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, tiba-tiba mereka diadang oleh dua unit mobil. Mobil pertama merk Alphard dengan memblokade jalan dari depan dan satu dari arah belakang.
Setelah itu, keluar empat orang berpakaian hitam menggunakan tutup wajah atau masker dengan membawa senjata pisau, palu dan pistol dari mobil depan. Lalu, mereka membawa korban dan sopirnya untuk naik ke atas salah satu mobil dengan posisi tangan diborgol dengan kepala ditutup dengan penutup kepala warna hitam.
Selanjutnya, para pelaku membawa korban dan sopirnya ke sebuah vila di daerah Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Saat tiba di vila, para pelaku mengambil secara paksa ponsel korban, memukul korban agar bersedia mentransfer aset uang kripto ke dua akun yang diduga milik pelaku.
"Mereka melakukan pemukulan serta memaksa pelapor (korban) untuk memberikan akun binance pelapor untuk diambil secara paksa aset kripto pelapor senilai US$ 214.429,13808500 atau sekitar Rp3.496.790.194," tuturnya.
Menurut mantan Kabid Humas Polda NTT itu, korban mengalami luka di bagian telinga kanan, pergelangan tangan kanan dan kiri, luka lebam di tangan sebelah kiri, luka lebam pada mata sebelah kiri, luka lebam di kepala bagian belakang dan luka lebam pada pinggang sebelah kanan serta kerugian materi kurang lebih sebesar Rp3,4 miliar.
Setelah mengalami kejadian tersebut, korban pun melapor ke Kantor SPKT Polda Bali untuk penanganan lebih lanjut. Ariasandy mengatakan Polda Bali serius untuk menangani perkara tersebut dan berharap pelaku secepatnya ditangkap.