Perburuk Citra Peradilan, Vonis Zarof Ricar Diperberat Jadi 18 Tahun

4 hours ago 5

ilustrasiilustrasi palu hakim

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Apa jadinya jika “pengawal terakhir penegakan hukum” (the court of last resort) dapat dibeli dengan sejumlah uang? Tata peradilan di tanah air menjadi rusak.

Itulah gambaran kelam yang terungkap dalam kasus korupsi mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan memperberat vonisnya menjadi 18 tahun penjara, lebih tinggi dari hukuman 16 tahun yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Dalam salinan putusan yang dibacakan Kamis (24/7/2025), majelis hakim banding menilai dampak perbuatan Zarof bukan sekadar merugikan secara materiil, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

“Akibat tindak pidana yang dilakukan terdakwa membuat orang berprasangka buruk terhadap hakim-hakim di Indonesia, seolah-olah hakim-hakim mudah disuap, mudah diatur sesuai kemauan orang yang memiliki uang untuk membelokkan keadilan,” demikian pertimbangan majelis.

Selain hukuman badan, Zarof diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan. Putusan banding ini juga membatalkan pengembalian uang bukti Rp 8,8 miliar kepada terdakwa, serta memerintahkan penyitaan seluruh barang bukti yang terkait perkara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengaku pihaknya belum bisa menentukan sikap.

“Sampai saat ini, mereka (jaksa) belum mendapatkan salinan lengkapnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (25/7/2025). Ia mengatakan informasi vonis baru diketahui dari pemberitaan media, dan tanggapan resmi akan disampaikan setelah dokumen putusan diterima.

Zarof terbukti terlibat permufakatan jahat dengan memberikan suap terkait penanganan perkara pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur, serta menerima gratifikasi. Ia dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Kasus ini bukan satu-satunya jerat hukum bagi Zarof. Kejaksaan Agung juga menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dari rumahnya, penyidik menyita uang tunai Rp 915 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram. Sejumlah pihak, termasuk kerabat berinisial DVD, telah dimintai keterangan terkait dugaan pencucian uang dari hasil suap dan gratifikasi selama satu dekade lebih ia berkarier di MA.

Tak berhenti di situ, Zarof kembali menjadi tersangka dalam perkara suap sengketa waris Isidorus Iswardojo. Penyidik menduga sebagian besar aset senilai Rp 920 miliar dan emas yang disita berkaitan dengan perkara tersebut maupun kasus lain yang pernah ia tangani.

Banding terhadap vonis 16 tahun sebelumnya diajukan jaksa karena hukuman itu dinilai terlalu ringan dari tuntutan 20 tahun penjara. Langkah itu kini membuahkan hasil, meski proses hukum Zarof masih jauh dari kata selesai. Kejaksaan menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak lain yang mungkin ikut menikmati hasil kejahatan.

Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa ketika “pengawal terakhir penegakan hukum” tergelincir, bukan hanya satu perkara yang tercemar, tetapi seluruh fondasi keadilan ikut terancam runtuh. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |